Perbincangan mengenai rokok elektrik memang seolah-olah tak ada habisnya. Setelah dianggap sebagai produk tembakau alternatif (PTA) yang lebih aman ketimbang rokok konvensional, rokok elektrik juga menjadi sorotan karena berbagai kasus. Usai beberapa kecelakaan lantaran baterai yang meledak, rokok elektrik atau vape juga disorot lantaran beberapa kasus penyakit paru-paru terkait penggunaan rokok elektrik dengan minyak ganja (THC).
Menurut para peneliti dari Yayasan Pemerhati Kesehatan Publik (YPKP), pemerintah dan pemangku kepentingan lainnya harus melakukan kajian ilmiah terhadap PTA. Kajian ilmiah ini perlu dilakukan untuk meluruskan opini negatif yang sudah terbentuk karena minimnya fakta terhadap produk rokok elektronik.
“Pemerintah dapat belajar dari negara-negara yang sudah lebih dulu menerapkan PTA untuk menurunkan angka perokok, seperti di Korea Selatan,” kata peneliti YPKP, Dr. Drg. Amaliya, M.Sc, PhD.
Dalam kegiatan Asia Harm Reduction Forum (AHRF) di Seoul, Korea Selatan pada 29 Agustus 2019 lalu, Amaliya mendapatkan fakta bahwa rokok elektrik sejatinya bisa digunakan untuk mengurangi jumlah perokok aktif. Di Korea, jumlah perokok aktif di Negeri Gingseng telah mengalami penurunan hingga 1,3 persen dari total perokok pria di tahun 2017 yang mencapai 39,3 persen.

YPKP
Peneliti Koalisi Indonesia Bebas Tar (KABAR) Dr. drg. Amaliya, M.Sc, PhD.
Hal ini tidak terlepas dari kebijakan pemerintah Korea yang melegalkan peredaran PTA. Selain itu, pemerintah juga menerapkan regulasi dimana produk tembakau hanya boleh digunakan oleh masyarakat yang telah memasuki usia legal, yakni 18 tahun.
“Di sana itu kondisinya sangat mendukung. Semua diberi fasilitas oleh pemerintah, dan prinsip mereka sangat kuat. PTA ini tidak boleh dibeli atau digunakan oleh anak di bawah umur atau usia legalnya 18 tahun,” kata Amaliya.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Institut Federal Jerman untuk Penilaian Risiko pada 2018 lalu juga memperkuat argumentasi keamanan PTA ketimbang rokok konvesional. Risiko tembakau alternatif atau tingkat toksisitas dinilai 95 persen jauh lebih rendah dibanding rokok konvensional.
“Produk tembakau alternatif itu kan hanya dihangatkan dengan suhu maksimal mencapai 300 derajat celcius. Berbeda dengan rorok yang dibakar bisa sampai 700 derajat celcius. Tapi bukan berarti bebas risiko, masih ada 5% risikonya,” tambah Amaliya.
Menurut penelitian, ada sekitar 400 zat yang dikeluarkan asap rokok, di mana sebagian besarnya adalah racun atau zat karsinogenik pemicu kanker. Sementara untuk kategori tembakau yang dipanaskan, hanya ada 7 zat yang keluar bersama uap. Hal ini yang membuat PTA dinilai lebih aman.
(Via Okezone)
Comments