Asosiasi Vapers Indonesia (AVI) mendukung rencana pembuatan aturan atau regulasi terhadap peredaran rokok elektronik. Untuk itu, AVI berharap pemerintah bisa melibatkan berbagai stake holder industri produk tembakau alternatif, salah satunya adalah komunitas.
“Dengan adanya aturan dari pemerintah terhadap produk alternatif tembakau, konsumen bisa lebih terlindungi. Kami berharap pemerintah dapat lebih terbuka dengan melibatkan para vapers dalam diskusi membuat kebijakan agar dapat menyampaikan aspirasi mengenai produk ini,” kata pembina AVI, Dimasz Jeremia.
Dimasz mengatakan bahwa kehadiran vape dapat membantu para konsumen mengurangi konsumsi rokok konvensional. Ini dinilai dapat membantu mengurangi prevelensi merokok di Indonesia.
Dimasz mencotohkan hasil penelitian yang dilakukan oleh University of Auckland, ditemukan bahwa perokok yang mencoba berhenti dengan memanfaatkan rokok elektronik dan nikotin tempel memiliki kemungkinan yang lebih besar untuk tidak merokok sama sekali selama enam bulan.
“Mereka bahkan memprediksikan bahwa apabila kedua metode tersebut digunakan, maka akan ada 15.000 hingga 36.000 perokok di Selandia Baru yang akan berhenti merokok,” ucapnya.
Pembahasan mengenai rokok elektronik akhir-akhir ini menjadi cukup ramai usai beberapa kasus penyakit terkait penggunaan rokok elektrik di Amerika Serikat. Setidaknya sudah ada 9 kematian dan lebih dari 500 orang dirawat karena penyakit paru-paru yang muncul setelah menggunakan vape.
Pusat Pengendalian Penyakit AS (US Centers for Disease Control and Prevention atau CDC) tengah menyelidiki penyebab kematian dan penyakit paru-paru terkait dengan vaping yang terjadi akhir-akhir ini. Hampir sebagian besar dilaporkan disebabkan oleh cannabis vaping, di mana vape mengandung THC (komponen psikoaktif dalam ganja).
(Via Antaranews)
Comments