Sri Mulyani Berikan Insentif Penundaan Bayar Pita Cukai

By Bayu Nugroho | News | Kamis, 17 Desember 2020

Menjelang penerapan tarif cukai 2021, Menteri Keuangan Sri Mulyani akan memberikan insentif berupa penundaan bayar pita cukai rokok putih dengan syarat hanya untuk produsen rokok yang berorientasi ekspor.

Penundaan pembayaran pita cukai ini akan lebih panjang, dari semula 60 hari menjadi 90 hari. Sri Mulyani mengungkapkan tujuan diberikan tenggang waktu ini untuk menggenjot produksi rokok mereka di pasar internasional yang berada di kawasan berikat.

“Artinya, kita memberi dorongan bagi perusahaan untuk lebih mengekspor daripada mengedarkan di dalam negeri,” kata Sri Mulyani.

Tujuan dibalik ini semua adalah untuk meningkat industri rokok, namun penjualannya difokuskan ke pasar luar negeri. Dengan kata lain, kebijakan ini untuk menekan prevalensi merokok dari kisaran 9,1 persen pada 2018 menjadi 8,7 persen pada 2024 nanti, dimana usia remaja yang menjadi fokus utama.

Tauhid Ahmad, Ekonom sekaligus Direktur Eksekutif Indef, mengungkapkan bahwa cara ini dinilai kurang efektif, karena semua itu tidak akan menekan prevalensi merokok usia muda, melainkan malah menyerang pabrik rokok kecil yang terpukul dengan tarif cukai baru.

“Mau tarif cukainya naik atau tidak, pita cukainya ditunda atau tidak, prevalensi merokok di kalangan anak solusinya bukan ini, tapi edukasi,” kata Tauhid.

Pabrik rokok berskala kecil yang hanya berorientasi pada penjualan dalam negeri akan semakin tertekan dengan tarif baru yang mencekik. Tercatat, jumlah produsen rokok sebanyak 728 pabrikan di 2015 berkurang jadi 715 pabrikan di 2016, 620 pabrikan di 2017, dan 602 pabrikan di 2018.

Warta Ekonomi
Kebijakan tidak membantu dan industri mau tidak mau harus tutup, ada ribuan bahkan jutaan pekerja yang bakal terdampak PHK.

Data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat ekspor tembakau hanya mencapai 28 ribu ton pada 2016. Volume itu setara nilai ekspor USD 128,55 juta atau setara dengan Rp 1,8 triliun. Sementara, impor tembakau sebanyak 81,5 ribu ton dengan nilai USD 477,26 juta atau sekitar Rp 6,7 triliun.

Realisasi ekspor rokok PT Gudang Garam Tbk misalnya, salah satu produsen rokok yang rajin mengekspor hanya sekitar 1,6 persen dari total pendapatan hasil penjualan rokoknya mencapai Rp 110,52 triliun pada 2019. Sedangkan, 98,4 persen pendapatannya didapat penjualan rokok dalam negeri.

(Via CNN Indonesia)

Comments

Comments are closed.