Saham Relx di New York Anjlok, Karena Pemerintah China Ingin Memperketat Peraturan Vaping

By Bayu Nugroho | News | Rabu, 24 Maret 2021

Pemerintah China ingin merombak aturan yang mengatur pasar Electronic Nicotine Delivery Systems (ENDS). Rancangan peraturan yang posting secara online oleh Kementerian Perindustrian dan Teknologi Informasi China akan mengatur produk rokok elektrik seperti rokok tembakau.

Kementerian sedang mengumpulkan komentar publik tentang rancangan peraturan yang akan berakhir pada 22 April. Dengan perkiraan 300 juta perokok, China adalah pasar terbesar di dunia untuk produk tembakau dan pasar potensial terbesar untuk ENDS.

Kabar tersebut menyebabkan harga saham RELX anjlok. Pada Bursa Efek New York turun hampir 45 persen menjadi USD 10,69 (Rp 153.902) per saham setelah tingkat tertinggi baru-baru ini USD 19,46 (Rp 28.0162) per saham pada 19 Maret.

RLX Technology berhasil mengumpulkan USD 1,4 miliar (Rp 20,1 trilun) selama Initial Public Offering (IPO) pada Januari tahun ini. RLX menjual 116,5 juta saham dengan target harga antara USD 8 (Rp 115.174) dan USD 10 (Rp 143.968) per saham. Debut IPO mengubah pendirinya yang berusia 39 tahun, Wang Ying, menjadi miliarder dalam semalam dengan perkiraan kekayaan USD 24,8 miliar (Rp 357 trilun).

RLX menyatakan bahwa produk vaping hanya memiliki tingkat penetrasi 1,2 persen di Tiongkok, dibandingkan dengan di AS sebesar 32,4 persen. Menurut Electronic Cigarette Industry Committee yang berbasis di Tiongkok, penjualan rokok elektrik Tiongkok pada tahun 2020 diperkirakan mencapai CNY 14,5 miliar (Rp 208,7 triliun), meningkat 30 persen dari 2019.

Getty Images / Spencer Platt
Pasar rokok elektrik AS pada 2019 bernilai USD 5,34 miliar (Rp 76,8 trilun), yang memperkirakan akan naik mencapai USD 6,50 miliar (Rp 93,5 triliun) pada tahun 2020.

Perusahaan rokok elektrik semakin menghadapi pengawasan dari regulator di China. Pada 2018, menjual produk rokok elektrik kepada siapa pun yang berusia di bawah 18 tahun dianggap sebagai kejahatan. Pada November 2019, larangan penjualan online diterapkan untuk mencegah inisiasi remaja lebih lanjut.

Pada tahun 2020, negara tersebut mengesahkan Undang-Undang Republik Rakyat Tiongkok tentang Perlindungan Anak di Bawah Umur. Undang-undang tersebut ditujukan untuk mencegah orang tua atau wali lainnya menghasut anak di bawah umur untuk merokok atau vape.

China National Tobacco Corp. (CNTC), yang memegang monopoli produksi tembakau di China, merupakan sumber utama pendanaan bagi pemerintah China. Kontribusinya menyumbang sekitar 5,45 persen dari pendapatan pajak negara pada tahun 2018. Jumlah itu mencapai CYN 10,8 triliun (Rp 23,8 kuadriliun). Sebaliknya, industri rokok elektrik di Cina sebagian besar tetap berada di tangan swasta. Jika CNTC akan memasuki pasar rokok elektrik, 5 juta gerai ritel domestik akan menjadi tantangan besar bagi pemilik toko vape swasta.

(Via South China Morning Post)

Comments

Comments are closed.