Puan Maharani Prihatin Perokok Anak Makin Bertambah

By Ardha Franstiya | News | Senin, 10 Juli 2023

Ketua DPR RI Puan Maharani prihatin atas banyaknya anak-anak yang menjadi pecandu rokok. Ia mendorong pemerintah mengetatkan pengawasan dan memberikan edukasi secara masif.

“Keprihatinan terhadap meningkatnya jumlah perokok anak bukanlah sekadar ekspresi moralitas, tetapi juga merupakan kepedulian terhadap kesehatan dan masa depan generasi kita,” ujar Puan, dikutip dari laman resmi DPR RI, Minggu (9/7/2023).

Menurutnya, harus ada perubahan dari pemerintah untuk menekan angka tersebut. “Pemerintah perlu mempertimbangkan faktor krusial yang menjadi penyebab anak mengkonsumsi rokok. Dengan langkah yang tepat sasaran, diharapkan jumlah anak perokok bisa menurun secara drastis,” jelasnya.

Dijelaskan Puan, mengutip hasil riset berjudul Global Adult Tobacco Survey (GYTS) yang mengeluarkan Organisasi Kesehatan Dunia atau World Health Organization (WHO), menyebutkan bahwa kenaikan harga rokok tidak terlalu berpengaruh sebagai pemicu anak menjadi perokok. krusial yang sangat berbahaya terhadap paparan rokok anak justru dari lingkungan seperti melihat teman sebaya yang merokok dan paparan iklan rokok di berbagai media.

GYTS juga menyebutkan sebanyak 61 persen warung rokok berada di radius 100 meter dari area sekolah. Anak pun mudah mendapatkan rokok dengan harga relatif murah karena penjualan rokok eceran.

Sementara itu, Data Outlook Perokok Pelajar Indonesia tahun 2022 menyebutkan sebanyak 47,06 persen anak membeli rokok secara eceran dengan tempat membeli rokok terbanyak di kios dan minimarket. Ketika membeli pun sebagian besar anak tidak pernah ditanya kartu identitas atau usianya.

Oleh karena itu Politisi Fraksi PDI-Perjuangan ini mengajak semua pihak untuk mensosialisasikan kesadaran guna meminimalisir faktor-faktor yang dapat menjadi pemicu meningkatnya perokok anak. Diantaranya dengan aturan perketat iklan, promosi dan sponsor tentang rokok karena sarana informasi dari media sangat berpengaruh signifikan.

Untuk diketahui Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) yang diselenggarakan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) di mana hasil riset tersebut menemukan jumlah perokok anak usia 10-18 tahun terus meningkat. Jika pada tahun 2013 berada di angka 7,2 persen, jumlah perokok anak usia 10-18 tahun pada tahun 2018 menjadi 9,1 persen pada 2018 atau sekitar 3,2 juta anak.

Bahkan prevalensi prevalensi anak perokok oleh Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) akan menjadi 16 persen pada tahun 2030 atau setara dengan enam juta anak tanpa adanya upaya pencegahan yang sistematis dan masif.

Selain itu Puan juga mendukung dikeluarkannya Keputusan Presiden (Keppres) No. 25 Tahun 2022 tentang Program Penyusunan Peraturan Pemerintah Tahun 2023 di mana dalam regulasi tersebut salah satunya mengenai rencana larangan penjualan rokok batangan atau eceran.

Dalam Keppres yang ditandatangani Presiden Joko Widodo pada tanggal 23 Desember 2022 itu, termuat Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan. RPP prakarsa Kemenkes memuat tujuh pokok materi muatan yang salah satunya adalah ketentuan larangan penjualan rokok ketengan mulai tahun 2023.

Ia juga menyayangkan aturan kawasan tanpa asap rokok (KTR) yang penerapannya masih kurang optimal. Menurut Puan, implementasi serta pengawasan KTR di lapangan belum berjalan dengan baik.

“Dan penting sekali untuk lingkungan pendidikan memberikan edukasi berlebih tentang bahaya merokok kepada anak. Pastikan zona sekolah bebas dari asap rokok. Tentunya ini juga membutuhkan peran dari orang dewasa. Apalagi tidak merokok di depan anak-anak. Selain bahaya karena menjadikan anak sebagai perokok pasif, kita ketahui bersama anak-anak mencontohkan apa yang mereka lihat,” imbuhnya.

Paparan asap rokok pada anak pun patut menjadi perhatian semua pihak. Dengan menjadi secondhand smoker (terpapar asap langsung dari orang yang merokok) maupun thirdhand smoker (paparan tidak langsung bisa melalui residu asap rokok yang menempel di pakaian), anak akan memiliki berbagai resiko kesehatan.

Nyatanya, anak yang menjadi perokok pasif lebih rentan mengalami batuk lama, menderita sakit radang paru (pneumonia), dan asma. Bahkan sebanyak 165.000 orang anak di dunia meninggal setiap tahun karena penyakit paru terkait dengan paparan asap rokok.

“Menyelamatkan generasi bangsa dari kecanduan zat adiktif yang ada dalam rokok merupakan tanggung jawab bersama. Baik itu pemerintah, DPR, produsen rokok, hingga masyarakat itu sendiri. Mari kita lindungi anak-anak kita dari paparan asap rokok agar generasi penerus kita tumbuh menjadi anak yang sehat sehingga dapat membawa kemajuan untuk Indonesia,” pungkasnya. (ard)

Comments

Comments are closed.