Permenhub Tak Bisa Buat Polisi Tilang Pengendara Motor yang Merokok

By Vapemagz | News | Selasa, 2 April 2019

Merokok saat berkendara ataupun mengemudi memang bisa menganggu pengemudi dan kendaraan lainnya. Kegiatan ini bisa membahayakan para pengguna lalu lintas dan angkutan jalan, baik secara langsung maupun tidak langsung.

Untuk itu, Kementerian Perhubungan (Kemenhub) menerbitkan Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) Nomor 12 Tahun 2019 terkait perlindungan keselamatan sepeda motor yang digunakan untuk kepentingan masyarakat.

“Pengemudi dilarang merokok dan melakukan aktifitas lain yang mengganggu konsentrasi ketika sedang mengendarai sepeda motor,” demikian Pasal 6 huruf c Permenhub 12/2019. Hanya saja, dalam penerapannya, tidak menyebut secara spesifik soal besaran denda. Hal ini dijelaskan oleh Direktur Antarmode Kementerian Perhubungan, Ahmad Yani.

“Tidak ada (sanksi). Kami itu cuma melarang pengemudi merokok, tapi tidak ada denda. Itu diserahkan kepada yang menilang. Kan itu bisa ditangkap polisi di jalan. Kalau dia tidak konsentrasi, kan ada aturannya,” kata Yani.

Masalahnya, polisi secara legal tak bisa melakukan penegakan hukum berdasarkan aturan yang diterbitkan oleh lembaga lain. Jika ketentuan dikeluarkan oleh sebuah lembaga, maka institusi itu yang wajib melakukan penegakannya. Hal ini dijelaskan oleh Kombes Pol Drs. Baharudin dari Korps Lalu Lintas Polri.

“Jadi dalam kasus ini yang harus melaksanakannya adalah Kemenhub. Namun mereka tidak bisa menilang di jalan. Mereka hanya bisa menilang di jembatan timbang dan terminal. Kecuali dalam pemeriksaan di jalan yang dilakukan bersama polisi. Meskipun ditemui pelanggaran pada saat ada giat bersama polisi di jalan, pemeriksaan dan penegakan aturannya tetap oleh PPNS Kemenhub, bukan polisi,” jelas Baharudin.

Menurutnya, jika kepolisian yang melakukan penegakan hukum, maka tentu akan menyalahi aturan karena norma larangannya diatur dalam Permenhub, bukan UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ). Adapun sanksi pidana hanya dapat diatur dalam UU atau Peraturan Daerah (Perda), dan dilarang diatur di luar kedua produk hukum tersebut.

ANTARA FOTO/Makna Zaezar
Polisi tidak bisa menjadikan Permenhub sebagai landasan untuk menilang pengendara yang merokok. (ZAL)

“Jika merokok sesuai UU LLAJ, bisa ditindak berkaitan dengan konsentrasi dan bukan dengan larangan dengan Permen. Artinya, sanksi administrasi hanya bisa ditegakkan oleh Kemenhub, tapi lagi-lagi tidak ada sanksi yang diatur dalam aturan (Permen). Jadi larangan merokok itu tidak perlu diatur dalam Permen, polisi akan menegakkan hukum dengan pelanggaran Pasal 106 UU 22/09,” kata Baharudin.

Pasal 106 ayat (1) UU LLAJ berbunyi, “Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di jalan wajib mengemudikan kendaraannya dengan wajar dan penuh konsentrasi.” Bagi pengendara yang melanggar, maka terancam hukuman penjara maksimal tiga bulan dan denda paling banyak Rp750 ribu sesuai Pasal 283 UU yang sama.

Masalahnya, penerapan apakah kegiatan merokok termasuk sebagai tindakan yang membuat pengendara kehilangan konsentrasi dan mengemudi secara tidak wajar masih diperdebatkan. Sebab, dalam pasal tersebut tidak disebutkan merokok secara definitif sebagai tindakan yang menganggu konsentrasi.

Berdasarkan penjelasan Pasal 106 ayat (1) perhatian (konsentrasi) pengendara bisa terganggu karena sakit, lelah, mengantuk, menggunakan telepon, menonton televisi, video yang terpasang di kendaraan, dan mengonsumsi minuman beralkohol/obat-obatan.

Adapun pasal 283 berbunyi “Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di jalan secara tidak wajar dan melakukan kegiatan lain atau dipengaruhi oleh suatu keadaan yang mengakibatkan gangguan konsentrasi dalam mengemudi di jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (1) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak Rp750.000,00 (tujuh ratus lima puluh ribu rupiah).”

Kasubdit Gakkum Ditlantas Polda Metro Jaya, Kompol M Nasir mengatakan selama Maret 2019 pihaknya telah menilang 652 pengemudi yang melanggar Pasal 283 UU No 22 Tahun 2009 LLAJ. Beberapa pelanggaran termasuk larangan merokok saat berkendara motor.

“Dilarang merokok itu melanggar pasal 283 karena dia lakukan aktivitas lain di samping mengendarai, akibatnya fatal itu dia tidak konsentrasi,” kata Nasir.

Polisi sendiri memang memiliki diskresi atau kebebasan mengambil keputusan sendiri dalam setiap situasi yang dihadapi. Meski demikian, Guru Besar Hukum Pidana dari Universitas Jenderal Soedirman, Hibnu Nugroho mengatakan apabila pasal 106 dan 283 bisa bebas diartikan oleh polisi, maka pasal tersebut dikhawatirkan akan menjadi “pasal karet”.

“Polisi tak bisa menilang tanpa dasar hukum. Sepanjang tak ditentukan dalam UU, tak bisa ditilang. Jika tilang (karena merokok) mau dilakukan, maka UU harus direvisi terlebih dahulu,” ujar Hibnu.

(Thomas Rizal/Via Tirto)

Comments

Comments are closed.