Pasar Vape Cina Melonjak Meskipun Ada Larangan Penjualan Online

By Bayu Nugroho | News | Kamis, 24 Desember 2020

Pasar produk vape China menjamur secara offline setelah negara itu melarang penjualan online rokok elektrik sekitar setahun lalu. Bahkan virus corona tidak menghentikan ekspansi para pemilik perusahaan untuk terus melebarkan sayapnya.

RELX Technology, pemain terbesar di China telah membuka lebih dari 1.000 toko pada tahun 2020, dan bulan Januari akan berencana menambah 10.000 gerai lagi dalam tiga tahun ke depan. Pesaingnya Yooz, juga tak mau kalah ikut meningkatkan jumlah toko.

Saham Smoore International Holdings, produsen perangkat dan komponen vaping terbesar di dunia untuk berbagai merek, kini memiliki empat kali lipat pendapatan sejak debut perusahaannya di bulan Juli, menjadikannya salah satu perusahaan perdana dengan kinerja terbaik di Hong Kong tahun ini. Perlu diketahui RELX dan Yooz adalah klien Smoore.

Wabah virus corona mempengaruhi produksi dan operasi Smoore pada kuartal pertama tahun ini, namun Smoore masih berhasil membukukan peningkatan pendapatan 19 persen menjadi CNY 3,9 miliar atau sekitar Rp 55,6 triliun untuk enam bulan pertama, dengan lebih dari setengah penjualannya berasal dari Cina daratan dan Hong Kong.

William Iven / Unsplash
Walaupun ada pembatasan pada produk vape secara global, termasuk larangan rasa tertentu di pasar vape terbesar di dunia seperti Amerika Serikat, tidak membuat investor takut. Saham yang terkait dengan sektor konsumen China sangat populer tahun ini, karena China merupakan negara pertama yang keluar dari pandemi.

Smoore memegang seperenam pangsa pasar global untuk produk vaping berdasarkan pendapatan tahun lalu. Pasar rokok elektrik global senilai USD 36,7 miliar atau sekitar Rp 523,4 triliun akan mencapai USD 111,5 miliar atau sekitar Rp 1,5 kuadriliun pada tahun 2024, meningkat pada tingkat gabungan tahunan sebesar 25 persen.

(Via Bloomberg)

Comments

Comments are closed.