Pakar Nilai Regulasi Produk HPTL Tak Cukup Berhenti di Pemberian Cukai

By Vapemagz | News | Kamis, 26 Maret 2020

Direktur Kajian dan Riset Pusat Studi Konstitusi dan Legislasi Nasional (Poskolegnas) Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Fathudin Kalimas mengatakan sudah saatnya pembuat kebijakan meregulasi produk Hasil Pengolahan Tembakau Lainnya (HPTL) di Indonesia. Hal ini dilakukan untuk menghindari kesimpangsiuran informasi dan menekan penyalahgunaan produk HPTL.

Sampai saat ini Indonesia belum memiliki regulasi khusus yang berlandaskan kajian ilmiah terhadap produk tembakau alternatif atau yang dikategorikan sebagai HPTL. Regulasi terkait produk HPTL hanya sebatas mengatur tarif cukai, namun tidak mengatur terkait produknya. Ketiadaan regulasi ini dikhawatirkan bisa merugikan banyak pihak, terutama perokok dewasa dan masyarakat umum.

Sejumlah kajian ilmiah dari lembaga penelitian independen menyatakan bahwa produk tembakau alternatif seperti produk tembakau yang dipanaskan dan rokok elektrik adalah opsi yang lebih rendah risiko. Regulasi tersebut diharapkan meliputi standar produk, batasan penjualan khusus bagi segmen pengguna dewasa berusia 18 tahun ke atas dan lainnya.

“Penyediaan instrumen kebijakan bertujuan untuk memastikan hak dan kewajiban serta menjamin hak-hak para subjek hukum, dalam konteks ini produsen (industri) dan konsumen,” jelas Fathudin.

Dalam membuat regulasi terkait produk HPTL, pemerintah bisa mencontoh beberapa negara lain yang sudah lebih cekatan. Salah satunya Selandia Baru yang telah membuat rancangan undang-undang (RUU) amendemen untuk rokok elektrik dan produk bebas asap lainnya, termasuk produk tembakau yang dipanaskan, rokok elektrik (vape), tembakau yang dikunyah dan tembakau hirup.

Thomas Rizal/VapeMagz Indonesia
Rokok elektrik melalui likuidnya sudah dikenakan cukai sebesar 57 persen.

Beberapa poin penting dalam RUU amandemen tersebut di antaranya adalah produk tembakau alternatif hanya boleh dijual kepada konsumen umur 18 tahun ke atas dan adanya regulasi terhadap produk tembakau alternatif yang mengatur produk ini secara spesifik dan dibedakan dengan aturan rokok. Salah satu perbedaan tersebut ialah pengadopsian peringatan kesehatan tekstual untuk produk tembakau alternatif yang menekankan pada sifat nikotin yang adiktif.

Sebaliknya rokok menggunakan peringatan kesehatan bergambar. Praktik yang sama sebelumnya juga sudah dilaksanakan oleh pemerintah Inggris Raya. Fathudin juga menjelaskan bahwa pembentukan regulasi produk HPTL tidak hanya memenuhi prinsip perlindungan hukum oleh pemerintah terhadap konsumen tetapi juga dapat memberikan kepastian usaha bagi industri HPTL.

“Regulasi yang dibentuk selain berorientasi pada perlindungan konsumen juga diharapkan dapat menciptakan iklim usaha yang kondusif. Bukan hanya terhadap industri berskala besar tapi juga pada industri berskala UMKM,” pungkasnya.

Selain regulasi Fathudin juga mendorong pemerintah untuk melakukan kajian ilmiah terhadap produk HPTL seperti produk tembakau yang dipanaskan dan rokok elektrik. Hal itu bertujuan untuk memberikan informasi yang akurat dan tepat terhadap produk HPTL kepada masyarakat, terutama perokok dewasa.

“Selama ini riset-riset mengenai produk HPTL masih dilakukan secara parsial dan mandiri oleh lembaga-lembaga riset. Alangkah baiknya jika pemerintah juga menginisiasi riset yang dilakukan secara konsorsium dengan melibatkan banyak pihak dan lintas sektor (pemangku kepentingan) termasuk Kementerian Kesehatan serta Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM),” tutupnya.

(Via JPNN)

Comments

Comments are closed.