Pajak Rokok Kembali Jadi Andalan untuk Tambal Defisit BPJS Kesehatan

By Vapemagz | News | Kamis, 10 Januari 2019

Memasuki 2019, salah satu masalah kronik yang terus menghantui BPJS Kesehatan adalah terkait defisit keuangan. Direktur Utama BPJS Kesehatan, Fachmi Idris mengatakan pihaknya masih mencari strategi untuk menekan angka defisit. Sejauh ini, strategi andalan BPJS Kesehatan adalah menggunakan dana bagi hasil pajak rokok.

“Ya kita bicarakan bersama. Bu Menko PMK (Puan Maharani) itu tidak kurang-kurangnya mengadakan rapat. Program ini perlu dikelola dengan baik. Di situ disebutkan ada sekian bauran kebijakan, kurang lebih 9 bauran, salah satunya adalah pajak rokok,” kata Fahmi di Jakarta, Selasa (7/1/2019).

Kucuran dana dari pajak rokok kepada BPJS Kesehatan ini telah berlangsung sejak kuartal IV 2018 lalu. Kebijakan ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 128/PMK.07/2018 tentang Tata Cara Pemotongan Pajak Rokok Sebagai Kontribusi Dukungan Program Jaminan Kesehatan.

Dalam beleid aturan tersebut, pemerintah daerah wajib mendukung penyelenggaraan program jaminan kesehatan. Salah satunya dengan alokasi 75 persen dari 50 persen atau sekitar 37,5 persen realisasi penerimaan yang bersumber dari pajak rokok masing-masing provinsi untuk program jaminan kesehatan.

Rmol.co
Direktur Utama BPJS Kesehatan, Fahmi Idris, masih mencari strategi demi menambal defisit BPJS Kesehatan.

Nantinya besaran anggaran kontribusi bakal memperhitungkan jaminan kesehatan daerah yang diintegrasikan BPJS Kesehatan. Selain mengandalkan pajak rokok, Fachmi mengatakan pihaknya terus berkoordinasi dengan lembaga pelaksana program jaminan sosial lain terkait benefit.

“Kalau dia kecelakaan, kita memastikan bahwa untuk kasus tertentu dilayani asuransi, kalau kecelakaan kerja, dilayani oleh institusi yang bertanggung jawab untuk itu. Kemudian untuk PNS dan seterusnya, itu koordinasi dalam konteks benefit,” urai Fahmi.

Ketika ditanya terkait sisa tunggakan pembayaran kepada rumah sakit (RS), Fahmi mengatakan BPJS Kesehatan masih menunggu hasil audit sistem dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Hasil audit yang dijadwalkan keluar pada akhir Januari 2019 ini akan menjadi angka resmi pemerintah untuk menyelesaikan seandainya masih ada defisit program.

“Untuk melihat apakah masih ada pertanyaan carry over, berapa banyak, maka dilakukan audit sistem oleh BPKP, bukan hanya di BPJS, tapi juga di RS. Ini untuk memastikan saja bahwa tagihan itu sesuai dengan yang dilayani, dan lain lain,” kata Fahmi.

(Via CNBC Indonesia)

Comments

Comments are closed.