Paguyuban Asosiasi Vape Nasional Sepakat Tolak Penyalahgunaan dan Penggunaan Vape Di Bawah Umur

By Reiner Rachmat | News | Jumat, 17 Juli 2020

Paguyuban Asosiasi Vape Nasional yang terdiri dari Asosiasi Personal Vaporizer Indonesia (APVI), Asosiasi Vapers Indonesia (AVI), Asosiasi Vapers Bali (AVB) dan Aliansi Pengusaha Penghantar Nikotin Elektronik Indonesia (APPNINDO) menyatakan sikap mereka untuk menolak penyalahgunaan produk vaping dan penggunaan vape di bawah umur. Hal ini disampaikan oleh masing-masing perwakilan pada webinar “Tolak Penyalahgunaan dan Penggunaan di Bawah Umur” yang diselenggarakan pada hari Jumat (17/7).

Ketua APVI, Aryo Andrianto mengatakan bahwa, sesuai dengan kode etik yang telah disepakati, penyalahgunaan produk vaping dengan penggunaan yang tidak diperuntukkan adalah pelanggaran dari kode etik. Menurut Aryo, penyalahgunaan produk vaping merugikan kredibilitas produk vaping sebagai produk alternatif rokok konvensional. “(Penyalahgunaan) ini dapat berdampak kepada kepercayaan pemerintah terhadap industri produk hasil pengolahan tembakau lainnya (HPTL) serta menimbulkan stigma negatif di masyarakat bahwa produk vaping lebih buruk dibandingkan rokok konvensional,” tutur Aryo.

Adapun kode etik yang ditetapkan dan disepakati oleh Paguyuban Asosiasi Vape Nasional pada 7 Desember 2019 tersebut meliputi:

1. Produk vape tidak untuk digunakan, dijual dan diberikan kepada anak di bawah umur 18 tahun, Ibu yang sedang mengandung dan menyusui.
2. Produk vape hanya untuk digunakan dalam mengurangi resiko yang lebih berat kepada kesehatan.
3. Memastikan informasi yang akurat pada bahan konten produk pada label dan kemasan.
4. Melindungi Industri dari penyalahgunaan narkotika dan obat terlarang lainnya.
5. Tidak melaksanakan aktivitas promosi yang ditargetkan kepada anak berusia di bawah 18 tahun.
6. Mencegah pemakaian bagi pengguna yang sebelumnya bukan perokok.

(VapeMagz Indonesia) Ketua APVI, Aryo Andrianto mengatakan bahwa penyalahgunaan produk vaping dapat berdampak kepada kepercayaan pemerintah terhadap industri produk HPTL serta menimbulkan stigma negatif di masyarakat bahwa produk vaping lebih buruk dibandingkan rokok konvensional.

Senada dengan Aryo, Ketua AVI, Johan Sumantri menegaskan bahwa penyalahgunaan produk vaping dapat menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap klaim bahwa produk rokok elektrik lebih kurang berbahaya dibandingkan rokok konvensional. “Penelitian yang dilakukan oleh Public Health England yang menyatakan bahwa produk vaping 95 persen lebih kurang berbahaya dari rokok pun jadi diragukan bagi mereka yang ingin beralih karena adanya penyalahgunaan vape. Mereka akan berdalih bahwa vape justru lebih berbahaya karena dapat digunakan sebagai penghantar narkoba misalnya,” Johan sampaikan.

Menanggapi penggunaan produk vaping di bawah umur, Sekretaris Jenderal APPNINDO, Roy Lefrans menegaskan bahwa produk rokok elektrik diperuntukkan bagi perokok dewasa yang ingin mencari alternatif penghantar nikotin yang lebih kurang berbahaya. Menurut Roy, diperlukan edukasi kepada para penjual rokok elektrik untuk menekankan kebijakan mereka agar tidak menjual produk vaping kepada mereka yang masih di bawah umur. “Penjualan dan penggunaan rokok konvensional di bawah umur saja sudah pasti dilarang, maka hal tersebut juga berlaku bagi produk vaping. Peran serta keluarga, dalam hal ini orang tua juga diperlukan untuk dapat memberikan edukasi kepada anak-anak mereka bahwa rokok konvensional atau rokok elektrik tidak diperuntukkan untuk mereka yang belum dewasa,” Roy menegaskan.

I Gde Agus Mahartika, Ketua AVB mengatakan bahwa selain pengawasan terhadap penyalahgunaan vape dan penggunaan vape di bawah umur dari asosiasi-asosiasi terkait, juga diperlukan regulasi pendukung. Agus mengatakan bahwa dirinya mengapresiasi langkah Kementerian Perindustrian yang tengah merencanakan pembahasan mengenai peraturan standarisasi nasional produk rokok alternatif. “Dengan adanya regulasi, maka nantinya akan lebih sulit bagi para pelaku penyalahgunaan produk vaping karena adanya standarisasi dan tentunya regulasi ini akan dapat dijadikan pedoman dalam hal pencegahan penyalahgunaan dan penggunaan produk vaping di bawah umur,” tukas Agus.

Berdasarkan data yang diperoleh APVI, jumlah pengguna rokok elektrik di Indonesia saat ini sudah mencapai kurang lebih 2 juta pengguna. Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa dari jumlah tersebut terdapat pengguna di bawah umur. “Maka dari itu, pengawasan terhadap penggunaan di bawah umur ini harus dilakukan oleh semua pihak, tidak hanya oleh penjual ataupun produsen, tetapi juga oleh para pengguna sendiri. Apabila vapers mengetahui atau mencurigai bahwa terdapat penjualan atau penggunaan produk vaping di bawah umur, maka segera laporkan. Kami tidak akan segan untuk menindak para penjual yang tidak mematuhi kode etik dengan menjual produk vaping kepada anak di bawah umur legal,” tutup Aryo.

Jika vapers mengetahui atau mencurigai adanya penjualan produk vaping kepada anak di bawah umur di vape store di lingkungan vapers, vapers dapat melaporkan kepada Satgas APVI melalui hotline 081905470486.

Comments

Comments are closed.