Mulai 2020 Tarif Cukai Rokok Naik, Bagaimana Nasib Vape?

By Vapemagz | News | Selasa, 17 September 2019

Pemerintah telah sepakat menaikkan tarif cukai hasil tembakau (CHT) terhitung mulai 1 Januari 2020. Tarif cukai rokok naik 23 persen dan harga jual eceran (HJE) naik sebesar 35 persen. Tercatat, dalam lima tahun terakhir, secara akumulasi tarif cukai rokok telah naik sekitar 50 persen.

Pada 2015, pemerintah menaikkan tarif cukai rokok sebesar 8,72 persen, disusul 11,19 persen setahun berikutnya. Adapun pada 2017 dan 2018, tarif cukai rokok kembali naik sebesar 10,54 persen dan 10,04 persen. Meskipun tahun 2019 ini pemerintah tak mengubah besaran tarif cukai, pemerintah langsung menaikkan tarif cukai hingga double digit di tahun 2020, yakni sebesar 23 persen.

Selain demi menambah pundi-pundi negara, keputusan menaikkan tarif cukai tersebut tak lepas dari upaya pengendalian angka perokok di Indonesia. Diharapkan naiknya harga rokok akan mengurangi tingkat konsumsi rokok yang saat ini semakin tinggi, terutama pada remaja dan wanita. Setelah naiknya tarif cukai dan HJE, maka sebungkus rokok yang saat ini berkisar Rp20 ribu bisa menjadi sekitar Rp30 ribu.

Lantas bagaimana dengan nasib cukai hasil tembakau untuk Hasil Pengolahan Tembakau Lainnya (HPTL)? Hingga tulisan ini dibuat, belum ada keterangan resmi dari Kementerian Keuangan (Kemenkeu) ataupun Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJBC) bahwa tarif cukai HPTL akan turut terkerek pula.

Artinya, sesuai Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor PMK-146/PMK.010/2017, cukai terhadap produk HPTL seperti likuid rokok elektrik, tembakau kunyah, tobacco molasses dan snuffing tobacco akan tetap dikenakan tarif sebesar 57 persen.

CNBC Indonesia/Muhammad Sabki
Mulai 2020, Tarif cukai rokok naik 23 persen dan harga jual eceran (HJE) naik sebesar 35 persen.

Terkait kenaikkan tarif cukai rokok ini, Dokter Spesialis Paru dari RS Persahabatan, dr Agus Dwi Susanto, SpP (K), FISR, FAPSR menyatakan naiknya tarif cukai rokok bisa jadi meningkatkan jumlah pengguna personal vaporizer (vapers) di Indonesia, yang trennya semakin meningkat akhir-akhir ini. Untuk itu, sejatinya pemerintah turut memperhatikan regulasi terkait penggunaan vape.

“Tentu ini harus jadi hal yang diperhatikan. Terlebih regulasi mengenai vape di Indonesia belum ada. Ini justru lebih membahayakan bagi masyarakat terutama remaja dan anak-anak,” kata dr Agus usai kegiatan Kursus Penyegar dan Penambah Ilmu Kedokteran (KPPIK) di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI), Senin (16/9/2019).

Sebelumnya, Pengamat Hukum dan aktivis dari Koalisi Indonesia Bebas TAR (KABAR), Ariyo Bimmo menilai kebijakan tarif cukai HPTL sebesar 57 persen bisa dikatakan sudah terlalu tinggi. Bila dibandingkan negara Asia Tenggara lain, tarif dikenakan di Indonesia pun begitu besar.

“Jika dibandingkan Filipina misalnya, kita relatif tinggi. Padahal cukai dan harga rokok di Filipina rendah, dan kecenderungan merokok lebih rendah dari kita,” kata Ariyo.

Menurutnya, sebagai produk tembakau alternatif yang menurut beberapa riset lebih aman ketimbang produk konvensional, seharusnya tarif cukai terhadap likuid rokok elektrik bisa lebih rendah. “Sekarang cukai 57 persen kalau kami mintanya lebih rendah. Mungkin 20-30 jadi tidak lebih dari itu karena harusnya ini menjadi insentif,” ujarnya.

(Via Detik.com, Liputan6)

Comments

Comments are closed.