Mengaku Merugi, Bentoel Ternyata Hindari Pajak?

By Vapemagz | News | Senin, 13 Mei 2019

Lembaga Tax Justice Network (TJN) melaporkan adanya praktik penghindaran pajak (tax evasion) yang dilakukan oleh PT Bentoel Internasional Investama Tbk. (RMBA). Anak perusahaan British American Tobacco (BAT) di Indonesia itu membuat negara menanggung kerugian mencapai USD 14 juta per tahun atau sekitar Rp196 miliar (asumsi 1 USD = Rp14.000).

Sebelumnya, dalam laporan keuangan tahunan teraudit RMBA seperti yang dilampirkan di keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia (BEI), RMBA mencatatkan kerugian sebesar Rp608,46 miliar pada 2018, lebih besar dari rugi 2017 sebesar Rp480,06 miliar.

Adapun dalam laporan keuangan kuartal I 2019 (tidak diaudit), RMBA tercatat membukukan kerugian sebesar Rp83,3 miliar, turun dari besarnya kerugian pada periode yang sama di tahun sebelumnya sebesar Rp252,4 miliar.

Berdasarkan laporan TJN yang berjudul Abu Jadi Abu, RMBA melakukan penghindaran pajak dengan dua cara. Metode pertama adalah pinjaman intra-perusahaan antara 2013 dan 2015. Metode kedua adalah melalui pembayaran kembali ke Inggris untuk royalti, ongkos dan layanan. Laporan TJN menyebut pajak yang dihindari melalui metode pertama lebih besar dari metode kedua.

Kerugian usaha yang dibukukan Bentoel membuat kerugian yang jauh lebih besar dari yang seharusnya tanpa adanya pengalihan laba mungkin akhirnya diimbangi dengan pajak atas laba masa depan. Jadi, kerugian pendapatan bagi Indonesia dapat terjadi di masa depan, jika atau ketika Bentoel kembali memperoleh keuntungan, bukan pada saat ini.

Bentoel mengumumkan adanya pembayaran bunga utang senilai USD 164 juta atau Rp 2,25 triliun atas pinjaman dan royalti antar perusahaan dalam satu grup (intercompany loan), ongkos dan imbalan IT kepada induk usaha BAT. Akibatnya, Bentoel menaggung kerugian bersih 27 persen.

Sekadar informasi, pemerintah Indonesia menerapkan pajak sebesar 20 persen, kecuali dengan Belanda. Maka Bentoel menghindari pajak dengan mendapatkan utang dari Rothmans Far East BV di Belanda. Padahal melalui rekening perusahaan Belanda ini dana yang dipinjamkan ke Bentoel berasal anak perusahaan BAT di Inggris yaitu Pathway 4 (Jersey) Limited.

Dari skema tersebut, Indonesia seharusnya bisa mendapatkan penerimaan pajak 20 persen atas USD 164 juta yaitu sebesar USD 33 juta alias USD 11 juta per tahun. Skema pengalihan lainnya yang dilakukan oleh Bentoel adalah melalui pembayaran royalti, ongkos dan biaya. Biaya yang harus dikeluarkan senilai USD 19,7 juta kepada beberapa anak perusahaan BAT di Inggris.

Metode penghindaran pajak yang terakhir ini merugikan Indonesia yang sejatinya bisa mengenakan pajak sebesar 25 persen atas royalti, ongkos dan biaya IT. Namun karena ada perjanjian pajak Indonesia-Inggris, maka pajak yang harus dibayar hanya 15 persen. Maka dari skema ini Indonesia berpotensi kehilangan penerimaan pajak senilai USD 2,7 juta per tahun.

bentoelgroup.com
Bentoel Group, anak perusahaan dari British American Tobacco (ZAL)

Dibantah Bentoel

Director of Legal & External Affairs Bentoel Internasional Investama, Mercy Fransisca Hutahaean membantah bahwa Bentoel telah menghindari pajak. Menurutnya BAT dan anak perusahaannya termasuk Bentoel senantiasa menjalankan kegiatan usahanya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

“Karena itu, kami sangat tidak setuju dengan tuduhan bahwa Bentoel menghindari pajak. Sebagai perusahaan terbuka, tentunya transaksi yang disebutkan dalam berita tersebut telah dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Indonesia,” imbuh Mercy.

Sementera itu, Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Hestu Yoga Saksama mengatakan pihaknya masih akan mempelajari laporan tersebut.

Sebenarnya, skema penghindaran pajak memang kerap dilakukan oleh perusahaan-perusahaan yang sudah memahami seluk beluk perpajakan. Sebut saja skandal Panama Paper yang sempat menyeruak beberapa tahun lalu, namun hilang dengan sendirinya. Pada akhirnya, metode-metode ini bisa disebut sebagai metode abu-abu, yang memang secara hukum tidak melanggar namun secara etika tidak patut dilakukan.

Soal memungut pajak, DJP sejatinya tidak hanya berburu di kebun binatang, seperti menertibkan wajib pajak untuk membuat Nomor Pajak Wajib Pajak (NPWP) dan pelaporan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT), melainkan juga memburu para pengemplang pajak kelas kakap yang memang jeli memanfaatkan aturan.

(Via Kontan)

Comments

Comments are closed.