Sejak masuk ke Indonesia sekitar 5-6 tahun lalu ini, pengguna rokok elektrik di tanah air terus mengalami pertumbuhaan pengguna secara signifikan. Asosiasi Personal Vaporizer Indonesia (APVI) memperkirakan saat ini, pengguna rokok elektrik sedikitnya ada 2 juta orang.
Sayang, menurut Riset Kesehatan Dasar 2018 yang dilakukan oleh Kementerian Kesehatan, jumlah pengguna vape di Indonesia justru didominasi oleh pelajar dan anak remaja. Dilihat dari proporsi jenis rokok yang dihisap penduduk berusia 10 tahun ke atas, kelompok umur 10-14 dan 15-19 menjadi kelompok yang paling banyak menggunakan rokok elektrik, yakni sebanyak 10,6 persen dan 10,5 persen.
Padahal, sejatinya produk-produk tembakau rokok elektrik atau vape diperuntukkan hanya untuk perokok dewasa yang ingin beralih ke produk yang lebih kurang berbahaya (less harmful). Malah jika dilihat dari kategori pekerjaan, maka pengguna rokok elektrik yang masih sekolah yakni sebesar 12,1 persen, lebih banyak ketimbang para pegawai swasta (4,6 persen) atau wiraswasta (2 persen).
Melihat hal ini, Ketua Bidang Organisasi Asosiasi Personal Vaporizer Indonesia (APVI) Garindra Kartasasmita mengatakan APVI terus berkomitmen agar para pengusaha yang tergabung dalam APVI hanya menjual produk ke anak usia 18 tahun ke atas (18+). Saat ini setidaknya terdapat 300 produsen likuid, lebih dari 100 produsen alat dan aksesoris, lebih dari 150 distributor dan importir, serta 5.000 pengecer yang tergabung dalam APVI.
“Kami berusaha memberikan pesan kepada pemerintah, bahwa kami pun peduli dan sangat setuju untuk menghindari penjualan ke underage. Selama ini, kami selalu menegaskan kepada seluruh member kami bahwa vape hanya untuk 18 tahun ke atas dan ini juga kami sampaikan ke masyarakat,” ucap Garindra.
Untuk itu, APVI bersama Koalisi Indonesia Bebas Tar (KABAR) sebelumnya sudah meminta pemerintah untuk regulasi terkait peredaran rokok elektrik bisa diatur dengan lebih baik. Termasuk diantaranya kandungan-kandungan apa saja yang boleh secara legal terdapat dalam produk likuid vape, agar bebas dari likuid yang mengandung THC atau minyak ganja.
“Perlu diperhatikan dengan baik bahwa kasus yang terjadi di AS disebabkan oleh konsumsi THC Oil yang menggunakan vape sebagai alat bantu, bukan oleh konsumsi cairan bernikotin yang umumnya digunakan oleh pengguna vape,” kata Garindra.
Sekadar informasi, saat ini regulasi terkait vape di Indonesia baru terkait pungutan cukai seperti yang tertuang pada Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 146 Tahun 2017 sudah direvisi lewat PMK Nomor 152 Tahun 2019. Cukai untuk likuid yang tergolong hasil pengolahan tembakau lainnya (HPTL) dikenakan cukai sebesar 57 persen.
Comments