Vapemagz – Kenapa liquid lokal sekarang lebih dominan manis om? Misal flavournya bisa keluar tapi tidak sampai setengah botol ilang tinggal rasa manis doang? Pertanyaan seperti itu wajar, sangat wajar dan harusnya pihak yang paling kompeten menjawab mereka yang
berprofesi sebagai produsen liquid. Ya.. mungkin karena cari aman, cukup panglimanya aja yang disuruh jawab. Apa jawabannya kira-kira?
Salah setingan…. Salah situ pakai atty dan coil yang ngeboost manis. Liquid manis karena demand pasar bos…. Dari semua jawaban itu seolah-olah produsen itu tidak boleh salah, yang salah selalu konsumen. Okelah alasan itu bisa diterima. Alasan pertama karena
permintaan konsumen, kita bahas dulu yang ini. Liquid manis sekarang mendominasi etalase pasar, karena kondisi itu bisa jadi respon dari demand vaper yang ingin liquid dengan sensasi manis. Kalau cuma manis aja sih gak masalah, selama mutu bahan dasar yang dipakai pilihan.
Idealnya, enggak masalah liquid itu manis selama rasa/flavour yang diharapkan itu lebih dominan dan masih konsisten. Jadi komposisi rasa di dalam liquid bisa dideteksi jelas oleh sensor inderawi kita sampai tetes terakhir. Mana yang lebih pekat rasa kopinya, kopi sachetan
dengan bungkus yang menarik plus gula satu sendok makan atau kopi asli yang ditambah gula satu sendok makan? Faktanya? Banyak konsumen yang komplain liquid lokal sekarang cenderung punya karakter manis yang berlebihan, mendominasi rasa/flavour asli sebagai faktor utama sebuah liquid. Tetep salah konsumen, lihat point pertama produsen tidak pernah salah. Siapa suruh minta liquid manis, dikasih liquid manis dibilang oversweet? Lha kita mana tau level manis situ seberapa? Ini sama kaya koe bikin kopi, Bikin aja sendiri kopinya, bawelllll…..
Sebagai catatan untuk produsen liquid, inovasi liquid bukan sebatas permintaan pasar. Meningkatkan harga bahan-bahan liquid sifatnya lebih fundamental, strategi ini akan memberikan efek yang kontinyu buat reputasi brand dan menciptakan loyalitas konsumen di masa mendatang. Alasan yang kedua setingan device, ini simpel sih jawabnya. Siapa yang tanya jamin setingan hari ini, kemarin dan besok posisinya sama meski pakai vapestuff yg sama? Yakin posisi ketinggian koil masih sama dengan yang kemarin? Atau penempatan wicking dengan jumlah kapas yang dipakai apakah masih sama? Desain atty dan koil yang digunakan berpengaruh ke tingkat kemanisan, itu betul. Tapi tidak serta merta devicenya yang disalahkan, kalau liquid itu memang pada dasarnya bagus secara kualitas. Flavour yang dihasilkan
tetep lebih dominan dibanding rasa manis.
Tetep aja produsen salah, konsumennya saja yang mungkin banyak yang paham. Udah tau liquid sekarang over manis masih aja pake atty ceper dan koil clapton. Ganti dong pakai atty yang bisa mengurangi manis dan koil roundwire? Pada intinya dari dua alasan diatas bila kita tarik benang merah dengan industri liquid lokal sekarang, ada penurunan kualitas. Diakui atau tidak itu kondisi yang terjadi saat ini. Jangan disalahkan kalau sekarang banyak vaper lebih melirik liquid impor atau balik ke habitat semula sebagai perokok konvensional.
Contoh sederhana based on pengalaman pribadi, liquid X yang diproduksi sebelum cukai, cukup dengan berserker mini saya bisa mendapatkan kepuasan sensasi flavour yang dihasilkan. Setelah dirilis ulang dengan pita cukai, harus pakai dvarw atau minimal kayfun prime untuk mendapatkan sensasi flavour yang sama seperti dulu. Kalau masih ngeyel pakai berserker mini dengan setingan yang bisa dibilang sama seperti dulu, penurunan densitas flavournya bisa dirasakan jelas.
Contoh ini sifatnya personal, tidak bisa dijadikan parameter penurunan liquid lokal secara keseluruhan. Kembali ke laptop, resistensi terhadap rasa manis tiap orang beda karena perbedaan jumlah papila di lidah atau karena faktor genetik. Tapi tingkat kemanisan liquid bisa juga karena salah reviewer.. Kok bisa? Sampai sekarang saya masih suka bingung dengan kalimat ini, liquid A manisnya pas, liquid B manisnya standar tidak oversweet. Standarnya siapa? Tidak cuma bingung, kadang sebel juga karena terlalu sering kalimat ini keluar tanpa bisa membayangkan deskripsi manis pas itu seperti apa. Ambiguitas kata PAS itu terlalu abu-abu, tidak bisa dijelaskan dengan kata-kata dan harus nyoba sendiri….. Dulu banget, pernah sekali saya nanya ke reviewer tentang tingkat manis sebuah liquid. Dia jawab manisnya pas, dan saya memutuskan untuk beli itu liquid. Setelah dicoba, menurut lidah saya liquid itu oversweet alias kelewat manis.
Untuk lebih meyakinkan tingkat kemanisan liquid itu, ada 4 temen yang saya suruh nyoba… dan semua bilang, ini sih bukan pas tapi manis banget. Saya baru sadar kalau penilaian pas itu berdasarkan subyektivitas si pembuat status. Ada 2 kemungkinan kenapa dia bilang pas, pertama karena cari duit, karena dia bagian dari lingkaran marketing liquid. Mungkin dia jug merasakan sensasi manis yang sama dengan lidah saya. Karena dianggap nilai minus tentunya tak akan dipublikasikan secara terbuka. Banyak juga kok yang doyan liquid manis, kenapa takut
bilang oversweet? Kedua, karena alasan asal produsen seneng, apalagi liquid itu statusnya gratisan. Dia pantang memberikan penilaian negatif, khawatir nanti tidak dikasih lagi. Sensasi rasa manis liquid itu bisa dirasakan lidah di awal, tengah dan akhir proses inhalasi. Jika rasa manis muncul di ketiga tahap itu, bisa dibilang liquid itu termasuk kategori manis. Apalagi manisnya sampai meninggalkan bekas yang
jelas di aftertaste, itu namanya udah kelewat manis. Sama kaya flavour, manis itu juga ada yang tebel dan tipis. Inilah yg kadang bikin bingung, orang bisa menilai rasa A tebal, rasa B tipis… kenapa rasa manis hanya bisa bilang PAS? Mending penilaian manis dibuat skala, jadi orang bisa membayangkan derajat kemanisan itu sampai dimana.
Meskipun penilaian akhir manis nantinya ada di lidah konsumen masing-masing Kompromi……? Sebagai pembuka, masukan buat produsen liquid…. pemahaman selera dan penguasaan teknis pembuatan liquid yang tepat, akan membuka cuan yang lebih besar bagi kesuksesan brand liquid di masa mendatang. Dunia liquid lokal saat ini semakin tumbuh berkembang meskipun masih tergolong hamil prematur, potensi pasarnya lumayan besar. Tak heran jika sekarang banyak produsen liquid baru muncul mencoba mencari peruntungan. Iklim
persaingan menjadi semakin kompetitif memacu kreasi inovatif para produsen liquid. Kualitas bahan dalam sebuah liquid menjadi salah satu dasar pertimbangan seorang vaper sebelum membuat keputusan antara membeli atau tidak. Dari beberapa kasus, banyak produsen liquid cenderung lebih fokus dalam inovasi rasa. Perilaku pasar selalu berubah dinamis, konsumen kini semakin kritis dalam memilih liquid. Perubahan ini terkadang kurang ditangkap produsen liquid, sehingga tak jarang para pemain lama juga jadi korban. Produk liquid termasuk barang konsumsi sekali pakai, penggunaanya jangka pendek. Sama seperti makanan atau minuman, saat persediaan habis pasti akan ada permintaan baru. Disini produsen liquid dituntut untuk berkomitmen, memenuhi demand vapers dengan selalu meningkatkan
kualitas, paling tidak menjaga kualitas produk existing.
Jangan mau sekedar jadi penggembira, kalo perlu jadi captive market yg selalu dicari konsumen sehingga jadi barometer produsen liquid di Indonesia… saya hanya konsumen biasa yang hanya bisa memberikan apresiasi lewat tulisan, semoga industri liquid Indonesia semakin maju!
Comments