KPPBC Yogyakarta Targetkan Penerimaan Cukai Vape 2019 Naik Empat Kali Lipat

By Vapemagz | News | Senin, 11 Maret 2019

Kantor Pelayanan Pajak Bea Cukai (KPPBC) Yogyakarta menargetkan penerimaan cukai dari vape pada tahun 2019 naik hingga empat kali lipat dibandingkan tahun sebelumnya. Kepala Kantor Pelayanan Pajak Bea Cukai Yogyakarta, Sucipto mengatakan potensi pendapatan dari cukai vape ini masih kecil dibandingkan cukai rokok.

Likuid vape memang termasuk kedalam barang kena cukai sejak Juli 2018 lalu. Sesuai yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.PMK-146/PMK.010/2017 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau, likuid termasuk dalam kategori hasil pengolahan tembakau lainnya (HPTL) yang dikenakan cukai sebesar 57 persen.

Aturan ini sempat direlaksasi hingga Oktober 2018. Lantaran masih baru dikenakan, pada tahun 2018 lalu KPPBC Yogyakarta hanya menargetkan pendapatan cukai dari sektor ini sebesar Rp 350 juta. Realisasinya pun baru sekitar Rp200 juta dari tiga perusahaan kecil pembuat vape di Jogja.

“Tahun ini kami targetkan bisa naik empat kali lipat karena sudah ada lima perusahaan,” kata Sucipto. Saat ini pendapatan terbesar masih didominasi dari cukai rokok dari lima pabrik rokok di wilayah DIY. Dari target penerimaan tahun ini sebesar Rp338 miliar, 95% di antaranya merupakan cukai rokok. Sedangkan sisanya merupakan pendapatan dari bea masuk.

bppk.kemenkeu.go.id
Sucipto, Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea Cukai Tipe Madya Pabean B (KPPBC TMP B) Yogyakarta.

Sucipto mengakui, potensi penerimaan cukai dari likuid vape memang masih kecil lantaran belum banyak masyarakat yang mengonsumsi produk ini. Selain itu, skala produksinya pun tidak besar. Skala produksi juga bisa diukur dari banyaknya permintaan pita cukai untuk ditempelkan pada vape.

“Dari lima perusahaan, hanya dua yang aktif beli pita cukai. Jadi kami sering hitung, cetak segini masih ada banyak sisanya. Artinya memang belum besar potensinya,” ujarnya.

Sucipto menyatakan masih banyak produsen skala rumahan yang mangkir dari kewajiban membayar cukai. Menurutnya, pengawasan terhadap komoditas satu ini cukup sulit dilakukan. Pasalnya, penjualannya banyak dilakukan secara daring dan tidak melalui marketplace besar.

“Mereka biasanya melakukan transaksi melalui akun-akun pribadi seperti Facebook dan Whatsapp untuk menawarkan produknya. Sementara itu pemesanan dilakukan secara privat, begitu pula dengan transaksinya,” ujar Sucipto menjelaskan.

Sebagai hasil pengolahan dari tembakau, komoditas vape ini wajib diawasi, dikendalikan, dan dibatasi peredarannya. KPPBC Yogyakarta telah melakukan pengawasan rutin yang dilakukan baik melalui operasi pasar ataupun patroli.

“Jika di lapangan ditemukan ada pengusaha yang melanggar, maka sanksi penyitaan akan dilakukan untuk memberikan efek jera. Paling tidak ada kerugian materiil tetapi sebenarnya sanksinya pidana sesuai aturan yang berlaku,” tutup Sucipto.

(Via Harian Jogja)

Comments

Comments are closed.