KPAI Imbau Pemerintah Ratifikasi Protokol FCTF

By Vapemagz | News | Selasa, 4 Juni 2019

Tingkat pertumbuhan konsumsi rokok di kalangan anak-anak dan remaja, termasuk yang tergolong mengalami percepatan pertumbuhan signifikan di dunia, yakni sebesar 19 persen. Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) mencatat lebih dari 35 persen masyarakat Indonesia adalah perokok aktif. Per tahun industri rokok memproduksi rokok 360 miliar batang, dan akan terus meningkat hingga lebih dari 500 miliar batang per tahunnya, sesuai target industri rokok besar.

Untuk melindungi anak-anak dari paparan tembakau, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) meminta pemerintah untuk segera meratifikasi protokol FCTC di Indonesia. Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) sendiri merupakan penjanjian dunia internasional yang diciptakan untuk mengendalikan penjualan dan promosi tembakau. Sejak berjalan pada tahun 2005 lalu, studi melihat bahwa telah ada efek penurunan konsumsi rokok hingga 2,5 persen.

Komisioner Bidang Kesehatan KPAI, Sitti Hikmawatty mengatakan dalam FCTC tersebut setidaknya diberikan penguatan langkah-langkah perlindungan melalui antara lain pengaturan harga jual rokok serta pajak dan cukainya. Saat ini, harga jual rokok di Indonesia termasuk harga jual yang rendah di tingkat Asia bahkan dunia.

“Harga jual yang rendah ini memungkinkan anak mudah mendapatkan rokok karena terjangkau oleh uang saku mereka. Cukai yang saat ini diterapkan termasuk rendah sehingga perlu dinaikkan lebih tinggi lagi. Rokok bukanlah produk normal karena itu perlu dikenai cukai, konsumsinya perlu dikendalikan, dan peredarannya perlu diawasi dengan UU Cukai,” kata Sitti.

FCTC juga mengatur tentang produk tembakau, dalam UU Kesehatan rokok adalah zat adiktif, karena itu regulasi ini disamakan dengan klasifikasi NAPZA (Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya). Selain itu FCTC juga memuat pengaturan tentang kemasan dan labelling produk tembakau.

fctcuntukindonesia.org
FCTC untuk Indonesia.

“Komunikasi, edukasi, informasi guna peningkatan kesadaran masyarakat akan bahaya rokok, pembatasan hingga pelarangan iklan, promosi dan sponshorship Rokok merupakan upaya-upaya yang perlu dilakukan untuk mengatasi bahaya kecanduan rokok,” ujar Sitti.

Menurut data Riskesdas pada tahun 2018 menjelaskan prevalensi merokok pada anak mengalami kenaikan menjadi 9,1 persen dari capaian Riskesdas tahun 2013 yang hanya 7,2 persen. Sementara target yang diharapkan adalah penurunan di angka merokok anak adalah 5,4 persen. Saat ini prevalensi anak untuk mengkonsumsi produk tembakau juga terancam semakin tinggi, lantaran beredarnya produk tembakau alternatif seperti rokok elektrik atau vape.

“Jika dikaitkan dengan semakin maraknya iklan yang beredar terkait produk-produk tembakau termasuk rokok elektrik, terdapat korelasi yang signifikan. Kenaikaan iklan rokok termasuk menjadi pemicu meningkatnya keterpaparan anak dalam mengonsumsi rokok, baik itu rokok konvensional maupun rokok elektrik,” ucap Sitti.

Sementara itu, Ketua Pengurus Harian YLKI, Tulus Abadi menilai pembangunan sumber daya manusia (SDM) mustahil bisa dilakukan bila tidak diikuti pengendalian tembakau. Untuk itu diperlukan konsistensi pemerintah dalam upaya pengendalian tembakau.

“Saat ini, Indonesia merupakan negara dengan aturan pengendalian tembakau terlemah di dunia. Iklan dan promosi rokok masih bertebaran di mana-mana, bahkan dekat sekolah SD sekalipun,” kata Tulus.

Dengan berkembangnya industri vape, industri rokok nasional pun mulai berpacu untuk memproduksi vape, karena makin mendapat porsi besar di segmen perokok pemula.

(Via Antara)

Comments

Comments are closed.