Kepopuleran Rokok Elektrik Ancam Petani Tembakau Tanah Air

By Bayu Nugroho | News | Rabu, 14 Agustus 2019

Kesuksesan rokok elektrik di Indonesia selain berdampak positif untuk perokok, namun menantang langsung pelaku industri tembakau. Petani tembakau menyebut dengan kepopuleran rokok elektrik di tanah air menurunkan permintaan pasar akan bahan pokok tembakau.

Mengambil contoh di Jawa Barat, petani tembakau tiap tahunnya mampu menghasilkan 12 ton tembakau. Nah dari 12 ton tersebut, tembakau tersebut diolah untuk tembakau krosok dan tembakau mole untuk dijual ke pasaran non industri.

Dengan eksistensi rokok elektrik di pasar Indonesia ternyata bersinggungan dengan kebijakan pemerintah. Apalagi keberadaan petani tembakau saat ini dinilai sebagai penyokong kerusakan kesehatan dan membebani kesehatan masyarakat.

Kebun Tembakau / Shutterstock
Istilah benci tapi rindu memang tepat untuk menggambarkan industri tembakau saat ini. Disisi lain rokok tembakau dibenci, namun industri rokok tembakau menyumbang pajak cukai terbesar untuk negara. Pemerintah Jawa Barat saja mengalokasikan DBHCT dari pemerintah pusat untuk tahun 2019 saja mencapai Rp. 369 miliar.

“Petani tembakau itu termasuk petani yang mandiri, karena dibantu pemerintah khusus dari pajak cukai lewat skema Dana Bagi Hasil Cukai Tembakau (DBHCT). Kebutuhan petani tembakau mulai dari pupuk, penelitian varietas unggul‎ hingga pemberdayaan masyarakat 50 persen dibiayai DBHCT,” kata Suryana, Ketua Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Jabar.

Dari uang sebesar itu, kemudian dibagi lagi ke kota dan kabupaten penghasil tembakau lainnya. Contohnya Kabupaten Bandung yang menerima DBHCT sebesar Rp. 13 miliar untuk tahun ini.

(Via Tribun News)

Comments

Comments are closed.