Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menyatakan peluang investasi pada sektor industri Hasil Pengolahan Tembakau Lainnya (HPTL) sebenarnya terbuka. Meski demikian, hal tersebut kerap terganjal karena industri HPTL belum memiliki regulasi yang menjamin kepastian usaha.
Padahal industri ini telah memberikan dampak positif bagi perekonomian Indonesia. Industri yang didominasi oleh pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) ini diakui berkembang pesat. Terbukti kontribusi penerimaan cukai negara sebesar Rp 426,6 miliar sepanjang 2019.
Selain itu terdapat sedikitnya 5.000 pengecer, 300 produsen likuid dan 100 produsen alat dan aksesori yang berkecimpung di industri ini. Adapun jumlah tenaga kerja yang terserap sudah mencapai sekitar 50.000 orang.
Direktur Industri Minuman, Hasil Tembakau, dan Bahan Penyegar Kemenperin, Supriadi menyatakan industri HPTL perlu mendapatkan dukungan dari pemerintah berupa regulasi untuk menjamin kepastian usaha.
“Pelaku usaha belum mendapatkan kepastian usaha. Regulasi yang ada baru Peraturan Menteri Keuangan. Sebenarnya investasi untuk industri ini terbuka, tidak seperti rokok. Saya dengar keluhan asosiasi. Jangan sampai sudah investasi besar, lalu nanti akhirnya dilarang,” kata Supriadi, dalam rilis yang terbit Kamis (4/6/2020).
Sampai saat ini, pemerintah baru mengatur industri HPTL melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 156/2018 yang merupakan perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 146/2017 Tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau.
Sementara aturan mengenai produk dan industrinya belum ditetapkan oleh pemerintah. Produk HPTL juga perlu diatur dari aspek kesehatan, seperti pencantuman peringatan kesehatan yang berbeda dengan rokok. Pasalnya, sejumlah hasil riset yang sudah dipublikasikan membuktikan bahwa produk ini memiliki risiko yang lebih rendah dibandingkan rokok.
![](https://vapemagz.co.id/wp-content/uploads/2020/01/Untitled-1-3.jpg)
RADAR KEDIRI
Masih tersimpan banyak potensi di industri rokok elektrik tanah air.
Menurut Supriadi, industri HPTL perlu diatur ke dalam regulasi yang lebih tinggi seperti Undang-Undang atau Peraturan Presiden sehingga menciptakan kepastian usaha. Sebab, saat ini sudah ada sekitar 2,2 juta pengguna produk HPTL berdasarkan data Asosiasi Personal Vaporizer Indonesia (APVI).
“Kalau dilihat, industri ini cukup berkembang pesat sehingga kita harus melindunginya. Industri HPTL memiliki potensi cukup besar, di samping penerimaan negara, ada tenaga kerja. Kita tidak bisa menghalangi teknologi seperti ini,” ujar Supriadi.
“Kami sudah memulai untuk membuat standar dalam rangka menciptakan kepastian usaha. Kami sudah membahas dengan Badan Standardisasi Nasional. Mudah-mudahan tahun ini standar akan kami buat dan selesai tidak ada halangan,” tambah Supriadi.
Sementara itu, staf Khusus Menteri Koordinator Perekonomian Bidang Pengembangan industri dan Kawasan, I Gusti Putu Suryawan mengatakan standardisasi produk HPTL diperlukan untuk menciptakan kepastian usaha bagi industri HPTL.
“Ini yang sedang kami dorong melalui Kemenperin, produk yang baik dan benar standarnya seperti apa? Ini yang harus ditetapkan,” katanya.
Sejauh ini, Putu melanjutkan, dirinya sudah secara intensif membahas industri HPTL dengan Deputi Bidang Koordinasi Perniagaan dan Industri Kementerian Koordinator Perekonomian Bambang Adi Winarso.
“Kami sudah cukup intens berkomunikasi. Saya sampaikan ini yang harus mulai (pembahasan) dari industri karena kepentingan dari sisi alat dan ekstrak. Mereka (pelaku usaha) takut investasi di sini karena belum ada kepastian usaha,” tambah Putu.
(Via Pikiran Rakyat)
Comments