Di tengah hiruk pikuk perdebatan larangan iklan produk rokok di sosial media dan internet yang diberlakukan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) atas permintaan Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Kementerian Perindustrian mengingatkan peran vital dari industri hasil tembakau (IHT) bagi perekonomian nasional. Pasalnya, IHT selama ini telah menyerap tenaga kerja yang signifikan untuk masyarakat.
“Industri Hasil Tembakau (IHT) menyerap 5,98 juta tenaga kerja, yang terdiri atas 4,28 juta pekerja di sektor manufaktur dan distribusi, serta sisanya 1,7 juta pekerja di sektor perkebunan,” kata Abdul Rochim, Direktur Jenderal Industri Agro Kementerian Perindustrian, Selasa (18/06/2019).
Selain itu, penerimaan cukai hasil tembakau (CHT) juga tidaklah kecil untuk menyumbang kas negara. Pada tahun 2018, serapan cukai tembakau menembus hingga Rp153 triliun atau lebih tinggi dibanding perolehan di 2017 sebesar Rp147 triliun. Penerimaan cukai tembakau pada tahun lalu, berkontribusi mencapai 95,8 persen terhadap penerimaan cukai nasional.
Pada tahun yang sama, nilai ekspor rokok dan cerutu mencapai 931,6 juta dolar AS atau meningkat 2,98 persen dibanding 2017 sebesar 904,7 juta dolar AS. Untuk itu, Rochim meminta agar industri ini tidak dikekang 100 persen, seperti dalam hal iklan.
“Mengingat informasi yang ada di iklan tersebut menjadi sumber informasi, sebaiknya iklan jangan dilarang 100 persen. Namun, produsen rokok juga harus mematuhi aturan iklan yang sudah diatur,” ujarnya.
Dalam kesempatan lain, Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia (Gaprindo) meminta agar tak ada kegaduhan dalam industri hasil tembakau (IHT) nasional yang merupakan industri yang legal dengan sejarah panjang di Indonesia. Gaprindo menolak upaya-upaya yang mendorong pelarangan total iklan rokok mengingat rokok merupakan produk legal yang dapat diiklankan sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.
“Di tengah fokus dan upaya Pemerintah Indonesia dalam memperkuat dan mengembangkan ekonomi Indonesia, GAPRINDO meminta agar tidak ada kegaduhan dalam industri hasil tembakau nasional. Termasuk larangan iklan di internet, sehingga pelaku usaha industri hasil tembakau dapat berkompetisi dan memiliki ruang usaha yang kreatif, adil, dan berkepastian hukum,” kata Muhaimin Mufti, Ketua Gaprindo.
Sementara itu, Komite Nasional Pelestarian Kretek (KNPK) justru menilai langkah Kemenkes yang meminta Kominfo untuk memblokir iklan rokok di internet bersifat eksesif dan tidak didasari pemahaman yang baik mengenai peraturan iklan rokok. Pasalnya, iklan rokok sebenarnya sudah diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan.
“Pasal 27 sampai Pasal 40 telah mengatur sangat detail mulai dari aturan hingga sanksi mengenai iklan atau promosi rokok di media teknologi informasi atau internet. Jadi Kemenkes tidak boleh asal meminta kepada Kominfo untuk melakukan pemblokiran terhadap iklan rokok yang beredar di internet,” ujar Azami Mohammad, koordinator KNPK.
(Via Antaranews, Sindonews)
Comments