Polemik peredaran rokok elektrik atau vape di Indonesia semakin hangat, setelah Ikatan Dokter Indonesia (IDI) beserta belasan organisasi kesehatan dan lembaga masyarakat merekomendasikan pemerintah untuk melarang peredaran vape di tanah air.
Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Anung Sugihantono mengatakan Kemenkes pernah memberi rekomendasi untuk membedakan perdagangan dan pemakaian vape di Indonesia. Dalam hal ini, jika vape hanya diproduksi dan kemudian dijual ke luar negeri, Anung mengatakan hal itu tidak menjadi masalah.
“Kami sebenarnya waktu pembahasan di level kementerian koordinator bilang ini perlu dibedakan. Kalau bahasa saya ya, produksi di sini tapi jual ke luar negeri ya enggak apa-apa. Kami sudah beri rekomendasi agar rokok elektronik tidak dikonsumsi di tengah masyarakat,” ucap Anung.
Menurutnya, ada fakta kesehatan yang sulit diabaikan bila pemerintah memberikan izin peredaran vape di dalam negeri. Hanya saja, Kemenkes dapat menyatakan bahwa rokok elektronik tidak aman dikonsumsi, namun terkait kebijakan pelarangan produk kewenangan Kemendag (Kementerian Perdagangan).
“Keputusan Kemenkes tidak mendukung pemakaian vape baik produksi atau distribusi untuk dipakai di dalam negeri. Kemenkes sejak awal tidak merekomendasikan rokok elektrik dikonsumsi dengan dalih apapun. Termasuk dengan alasan sebagai pengganti rokok konvensional,” jelas Anung.
Akan tetapi, keputusan ini tidak dapat memengaruhi kebijakan Kementerian yang melegalkan barang itu, dalam hal ini Kementerian Perdagangan maupun Kementerian Keuangan yang menetapkan kebijakan cukai. “Aspek perdagangan mereka yang ngurus. Tidak dalam kapasitas saya untuk menjawab,” ungkap Anung.
Sekadar informasi, Kementerian Keuangan sudah melegalkan peredaran vape melalui penetapan cukai sebesar 57 persen untuk hasil pengolahan tembakau lainnya (HPTL). Dalam hal ini, likuid vape diawasi peredarannya melalui pemberian cukai yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 146/PMK.010/2017 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau.
Pada tahun 2018 saja, meski aturan ini baru diperkenalkan pada Juli dan baru mulai ditertibkan pada Oktober, cukai HPTL telah menyumbang Rp105,6 miliar. Sebelumnya, Kepala Seksi Tarif Cukai dan Harga Dasar 2 Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC), Agus Wibowo pernah menyatakan potensi pendapatan dari industri rokok elektrik di Indonesia juga cukup besar.
“Perkembangan teknologi tidak bisa dihindari. Karena permohonan penyediaan pita memang terus meningkat, kami berharap industri ini bisa memberikan sumbangan hingga Rp 2 triliun,” ujar Agus saat menghadiri peluncuran produk rokok elektronik NCIG, 22 Maret lalu.
Comments