Kebijakan Pengurangan Dampak Buruk (PDB) tembakau khususnya untuk produk Hasil Pengolahan Tembakau Lainnya (HPTL) pada tiap negara berbeda. Pertimbangannya mulai dari kondisi ekonomi, politik, hingga budaya, apalagi jenis produk HPTL sangatlah beragam.
Produk HPTL seperti vape contohnya di Asia Tenggara produk jenis ini hanya populer di Indonesia dan Malaysia, selebihnya masih menggunakan rokok konvensional. Lain hal dengan Asia Timur, produk HPTL seperti tembakau yang dipanaskan atau Heated Tobacco Product (HTP) lebih populer di negara Jepang dan Korea Selatan.
Pembahasan ini mengemuka pada webinar yang membahas laporan The Global State of Tobacco Harm Reduction (GSTHR) bertajuk ‘Tobacco Harm Reduction: A Burning Issue for Asia’ yang diselenggarakan Knowledge-Action-Change (KAC) dan Association of Vapers India (AVI) pada Minggu, 18 April 2021.
“Solusinya harus berbasis regional dan lokal, sehingga produk yang dikembangkan tidak hanya terjangkau, tetapi juga pantas, dapat diterima, dan merupakan bagian dari tradisi masing-masing negara. Anggapan bahwa Asia merupakan kesatuan wilayah adalah pandangan yang salah. Setiap daerah memiliki budaya, pandangan, dan opini yang berbeda-beda (terhadap isu tembakau),” kata Direktur DrugWise sekaligus penulis laporan, Harry Shapiro melalui keterangan tertulis, Rabu (21/4).
Untuk kawasan Asia sendiri banyak negara yang belum menerapkan kebijakan PDB tembakau, alasan yang paling umum adanya pertentangan dari aspek ekonomi dan kesehatan. Banyak perokok di Asia lebih cenderung enggan beralih ke produk HPTL, salah satunya karena kurangnya edukasi dari pemerintah mereka dalam meningkatkan pemahaman dan penerapan kebijakan PDB tembakau.
Budaya sebagai masyarakat kolektif juga menjadi faktor pendorong keberhasilan penerapan PDB tembakau di negara tersebut. Harry mengatakan orientasi terhadap kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi menjadi landasan dalam memperbaiki sistem kesehatan publik terkait konsumsi tembakau.
(Via Medcom)
Comments