Kebijakan Harga Rokok 85% Dari Harga Banderol Dinilai Gagal

By Bayu Nugroho | News | Sabtu, 1 Mei 2021

Target pemerintah untuk menurunkan prevalensi perokok dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 terancam gagal, karena harga jual eceran rokok (HJE) tidak sesuai dengan harga transaksi pasar (HTP) di lapangan.

Kepala Pusat Studi Peneliti di Center Of Human And Economic Development (CHED) Institut Teknologi dan Bisnis Ahmad Dahlan Jakarta Roosita Meilani Dewi menilai HJE yang tak sinkron dengan regulasi yang sudah ditetapkan pemerintah ini dikarenakan adanya krisis konsumsi tembakau di Indonesia.

“Pertama, PMK setiap tahun selalu diterbitkan, yang dengan jelas di pasal 15 diatur bagaimana harga transaksi pasar rokok tidak boleh di bawah 85 persen. Namun kita lihat di regulasi Dirjen Bea Cukai 37/2017 ternyata mengizinkan pabrikan mematok di bawah 85 persen, asalkan tidak lebih dari 50 persen kantor wilayah bea cukai,” kata Roosita, Kamis (29/4).

Halodoc
Dampak ketidaksesuaian dari regulasi HJE dan HTP adalah semakin lemahnya kontrol prevalensi perokok

Peneliti CHED ITB Ahmad Dahlan Adi Musharianto juga mengungkapkan bahwa temuan di lapangan menunjukkan HTP yang terjadi sekitar 70,66 persen atau di bawah aturan 85 persen.

“HJE misalnya 20 ribu kemudian di diskon lagi. Ini buang-buang kebijakan. Kenapa tidak langsung 85 persen saja di PMK-nya? Ini pengawasan kita sebagai masyarakat, tapi perlu penindakan dari pemerintah untuk yang melanggar,” kata Adi.

Adi berharap pemerintah sebaiknya membuat peta jalan mengenai HTP pada 2022-2024. Dalam peta jalan ini, ia menyarankan agar terdapat pengawasan dan tindak tegas untuk perusahaan yang melanggar dan pelaksanaan penetapan tarif cukai sesuai aturan.

(Via Medcom)

Comments

Comments are closed.