KABAR: Indonesia Darurat Rokok, Pemerintah Harus Gerak Cepat

By Vapemagz | News | Senin, 1 April 2019

Permasalahan rokok di Indonesia masih menjadi pekerjaan rumah bersama, baik pemerintah, pakar kesehatan, serta masyarakat. Dalam upaya untuk mengurangi konsumsi merokok, diperlukan cara yang lebih efektif sehingga masyarakat memiliki alternatif untuk mengatasi adiksi terhadap rokok.

Achmad Syawqie Yazid, Pembina Koalisi Indonesia Bebas TAR (KABAR) menjelaskan, berbagai kebijakan telah diambil pemerintah untuk menurunkan jumlah perokok aktif di Indonesia, baik itu melalui regulasi, edukasi, layanan dan klinik konseling, maupun metode berhenti merokok. Beberapa metode dianaranya cold turkey serta nicotine replacement therapy atau NRT seperti koyo nikotin, permen karet nikotin, snuff, dan lain-lain.

Faktanya, tingkat perokok di Indonesia tidak mengalami penurunan bahkan cenderung meningkat. Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) dari Kementerian Kesehatan tahun 2018 prevalensi perokok di Indonesia memiliki tren yang cenderung meningkat dari 27% pada 1995 menjadi 33,8% pada tahun 2018. Tercatat, terdapat sekitar 68 juta jiwa perokok di Indonesia.

Laporan Badan Kesehatan Dunia (WHO) dalam Global Tobacco Epidemic 2017, menyebutkan prevalensi perokok di Indonesia pada pria sebesar 64,9% sedangkan wanita sebesar 2,1%. Hal ini mengindikasikan bahwa Indonesia mengalami darurat rokok.

koalisibebastar.com
KABAR nyatakan Indonesia telah darurat rokok.

Untuk itu, Syawqie menilai perlu ada penambahan kebijakan pengurangan bahaya tembakau yakni dengan meregulasi produk tembakau alternatif seperti rokok elektrik dan produk tembakau yang dipanaskan (heat not burn atau HNB). Jika produk tembakau alternatif ini diterapkan di Indonesia, maka dapat dibayangkan jutaan jiwa yang dapat terhindar dari kandungan berbahaya yang ada di dalam rokok.

“Pemerintah seharusnya bergerak cepat untuk membuktikan lebih lanjut melalui kajian khusus dengan melibatkan peneliti terbaik di Indonesia. Jika hasilnya terbukti mendukung dapat menekan prevalensi perokok, Indonesia bisa menjadi acuan bagi negara lain dalam mengurangi jumlah perokok dan bahaya merokok melalui penggunaan produk tembakau alternatif,” kata Syawqie.

Menurut Syawqie, peraturan tentang produk tembakau alternatif tidak bisa disamakan dengan peraturan rokok mengingat dari sisi kesehatan, yang berdasarkan bukti ilmiah, jelas bahwa produk tembakau alternatif memiliki risiko kesehatan yang lebih rendah.

Berdasarkan kajian ilmiah yang telah dilakukan di sejumlah negara, sudah ada bukti bahwa penggunaan produk tembakau alternatif bisa mengurangi bahaya bagi penggunaan produk tembakau. Di Inggris misalnya, pada tahun 2012 jumlah perokok mencapai 19,3% dari total populasi dewasa. Anga ini turun drastis hingga 14,9% di tahun 2017 setelah menggunakan produk tembakau alternatif.

Selain itu, penelitian dari Georgetown University Medical yang bertajuk “Potential Deaths Averted in USA by Replacing Cigarettes with E-Cigarettes” dan dipublikasikan dalam Jurnal Tobacco Control menyatakan, diperkirakan sebanyak 6,6 juta orang di Amerika Serikat dapat terhindar dari kematian dini melalui penggunaan produk tembakau alternatif.

(Via Bisnis.com)

Comments

Comments are closed.