IDI: Kampanyekan Rokok Elektronik, Dokter Langgar Kode Etik

By Vapemagz | News | Jumat, 22 November 2019

Polemik pemberlakuan rokok elektronik atau vape sebagai produk tembakau alternatif pengganti rokok kian rumit. Beberapa negara telah menyatakan sikapnya terhadap ihwal vape sebagai produk less harmful yang lebih aman ketimbang rokok konvensional.

Di Inggris, Public Health England (PHE), badan eksekutif dari Departemen Kesehatan dan Perawatan Sosial di Inggris menyatakan vape 95 persen lebih aman ketimbang rokok konvensional. Mereka bahkan menyarankan vape sebagai terapi untuk berhenti merokok.

Di Amerika Serikat, Centers for Disease Control and Prevention (CDC) mengaitkan penggunaan vape dengan kasus penyakit paru-paru dan kematian misterius. Hingga 20 November, tercatat 2.290 kasus penyakit dengan jumlah korban nyawa mencapai 47 orang akibat penyakit yang disebut EVALI (e-cigarette, or vaping, product use associated lung injury) ini.

Lantas bagaimana dengan di Indonesia? Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) menolak pernyataan bahwa rokok elektronik itu lebih aman ketimbang rokok konvensional.

“Rokok biasa dan rokok elektronik sama berbahayanya dan sama-sama menyebabkan kecanduan. Bahkan bisa menyebabkan kecanduan ganda, yaitu kecanduan rokok biasa dan rokok elektronik,” kata Ketua Umum PB IDI, Daeng M Faqih, dalam jumpa pers di Jakarta, Kamis (21/11/2019).

ANTARA/Dewanto Samodro
Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI).

Daeng bahkan menilai, dokter yang ikut serta mengampanyekan rokok elektronik lebih aman digunakan daripada rokok biasa telah melanggar kode etik. Bila dokter itu anggota IDI, maka bisa dilaporkan ke majelis etik IDI.

“Saya masih berpikir positif. Barangkali mereka belum tahu atau belum terinformasi dengan benar sehingga menganggap rokok elektronik tidak berbahaya,” kata Daeng.

PB IDI mengacu pada pernyataan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) bahwa rokok elektronik sama berbahayanya dengan rokok biasa. Rokok elektronik juga bisa menyebabkan kecanduan. Daeng berharap para praktisi kesehatan di Indonesia cukup terinformasi dan mewaspadai strategi industri rokok multinasional yang sudah memproduksi dan memasarkan produk baru, yaitu rokok elektronik dan tembakau yang dipanaskan.

“Setelah berdiskusi, kami sepakat menyatakan sikap menolak kerja sama dengan industri rokok, termasuk yayasan afiliasinya, dalam bentuk apa pun demi melindungi generasi yang akan datang,” ucap Daeng.

PB IDI mencatat, kampanye “Dunia bebas asap rokok” atau “smoke-free world” dilakukan oleh yayasan yang ternyata merupakan bentukan industri rokok multinasional. Hal ini disinyalir sebagai strategi bisnis guna mengecoh masyarakat sebagai untuk memasarkan produk mereka.

PBI IDI menilai, yayasan yang menjadi topeng pemasaran rokok elektronik tersebut disinyalir sudah masuk ke Indonesia dan mulai mendekati dan membujuk lembaga-lembaga riset, akademisi, dan universitas untuk melakukan penelitian atau kampanye yang mendukung bisnis baru tersebut.

(Via Antaranews)

Comments

Comments are closed.