Program Kampus Merdeka mendorong pengelola perguruan tinggi dan peserta didik untuk melakukan kegiatan belajar di luar spektrum pembelajaran di ruang kelas termasuk riset. Dukungan aktif dari perguruan tinggi kepada peserta didik untuk melakukan riset diharapkan mampu mengeliminasi sekat-sekat yang sebelumnya menghalangi mereka melakukan penelitian terhadap isu-isu yang diminati. Founder & Chairman Center for Healthcare Policy and Reform Studies (CHAPTERS) Indonesia, Luthfi Mardiansyah mengatakan, Kampus Merdeka mendorong perguruan tinggi dan peserta didik di Indonesia lebih berani melakukan kajian di berbagai isu.
“Dukungan positif dari pemerintah ini harus dimaksimalkan agar semakin meningkatkan kualitas perguruan tinggi dan peserta didik Tanah Air,” ucap Lutfhi dalam keterangan resminya, Rabu (22/12/2021).
Kepala Laboratorium Pengujian Kaliberasi dan Sertifikasi serta Dosen Kimia IPB, Dr. Mohammmad Khotib, S.SI, M.SI, mengatakan kampusnya telah menjalankan program Kampus Merdeka dengan melakukan penelitian inovatif terhadap produk tembakau yang dipanaskan. Penelitian terhadap produk tembakau alternatif ini untuk membuktikan kebenaran produk tersebut yang telah menerapkan konsep pengurangan risiko.
“Kami yakin program Kampus Merdeka mendorong peneliti, termasuk peserta didik di kampus untuk menghasilkan kajian serta inovasi di beragam bidang, salah satunya konsep pengurangan risiko tembakau melalui produk tembakau yang dipanaskan.
Kami meneliti produk tembakau yang dipanaskan karena minimnya riset terhadap produk ini di dalam negeri,” kata Khotib. Program Kampus Merdeka juga mendorong inovasi dan kajian baru terkait pengurangan risiko pada isu lingkungan. Prof. Endang Sukara Ph.D, pakar Life Science yang merupakan Wakil Ketua LIPI, anggota AIPI, dan Guru Besar UNAS menjelaskan bahwa inovasi serta penelitian di bidang bioteknologi harus lebih banyak didorong oleh universitas karena berpotensi besar mengurangi risiko kesehatan dan lingkungan.
“Dalam konteks pengurangan bahaya lingkungan, penelitian terkait restorasi ekosistem daratan, hutan, dan ekosistem laut dalam skala nasional dan global melalui riset trans atau meta disiplin dapat menjadi awal solusi penyelesaian masalah lingkungan dan mendulang keuntungan dari proses konservasi pemanfaatan secara berkelanjutan dan pembagian keuntungan,” paparnya.
Mantan Direktur Kebijakan Penelitian dan Kerja Sama Badan Kesehatan Dunia (WHO), Profesor Tikki Pangestu, mengungkapkan konsep pengurangan risiko merupakan salah satu topik yang masih minim diteliti oleh perguruan tinggi di Indonesia. Padahal, konsep ini menawarkan strategi promosi kesehatan untuk mengurangi konsekuensi berbahaya dari perilaku berisiko. Dengan manfaat besar yang diberikan oleh konsep ini, perguruan tinggi dan peserta didik harus mulai tergerak untuk melakukan penelitian lebih lanjut demi terciptanya perbaikan kualitas publik. Dalam paparannya Dr. Riza membahas mengenai tantangan yang tengah dihadapi oleh dunia industri Indonesia saat ini yaitu adanya upaya global untuk mengurangi dampak risiko industri melalui regulasi dan kampanye norma baru bagi industri yang dianggap berdampak negatif. Perkembangan ini memiliki pengaruh signifikan bagi Indonesia dengan sejumlah komoditas yang dikategorikan memiliki eksternalitas kesehatan dan lingkungan seperti sawit, industri hasil tembakau, tekstil, dan otomotif.
“Peran Universitas dibutuhkan untuk turut membantu Pemerintah Indonesia merumuskan strategi transisi dan transformasi industrial agar komoditas-komoditas dan industri sektoral kunci tersebut dapat menyesuaikan diri dengan lanskap regulasi global dan domestik,” kata Riza.
Comments