Meski tarif cukai rokok naik 12,5 persen pada awal bulan ini, menurut Peneliti dan Dosen Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia Krisna Puji Rahmayanti dinilai belum mampu mengubah perilaku perokok.
Menurut Krisna kenaikan cukai ini belum efektif terlebih masih terbilang murah dan masih mudah dijangkau oleh anak-anak. Hal inilah menjadi pemicu prevalensi perokok di Indonesia sulit turun walau sedang kondisi pandemi Covid-19.
“Sebagian besar harga rokok masih tetap sama, sekalipun cukai hasil tembakau naik. Artinya kebijakan yang berakhir pada harga menjadi salah satu pertimbangan para perokok,” kata Krisna dalam keterangannya saat Diskusi Publik Komnas Pengendalian Tembakau secara daring.
“Dengan harga yang biasa saja belum mengubah perilaku, kalau lebih murah dan belum juga mengubah perilaku, berarti kebijakannya belum efektif. Selain harga, Perilaku Hidup Bersih dan Sehat juga patut dijadikan sebagai protokol kesehatan,” tambah Krisna.
Selain Krina, Ketua Pusat Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Udayana Putu Ayu Swandewi Astuti turut mengungkapkan bahwa masyarakat masih enggan berhenti membeli rokok, karena menurut mereka harga masih terjangkau.
“Bisa dikatakan pengendalian tembakaunya belum optimal. Memang cukai baru saja dinaikkan sebesar 12,5 persen, dan kenaikannya kalau dilihat dari harga jual memang belum optimal,” kata Ayu.
(Via Kontan)
Comments