Harga rokok di tanah air terus meningkat sebagai akibat dari kenaikan tarif cukai. Tentunya, konsumen rokok mesti besikap cerdas dalam mensiasati hal tersebut.

Ketimbang merogoh kocek lebih dalam, konsumen dirasa akan berusaha mencari alternatif rokok yang lebih murah sebagai strategi menghadapi harga rokok yang kian naik. Tak dapat dipungkiri, para perokok berkemungkinan mengalihkan ke rokok illegal.

“Konsumen akan mencari lalu memilih rokok-rokok dengan harga yang lebih murah. Rokok menengah ke atas mulai ditinggalkan,” kata Sekjen Lembaga Konsumen Rokok Indonesia (LKRI), Tony Priliono dalam diskusi publik yang ditulis, Jumat (3/9/2021).

Tony menuturkan, pemerintah menunjukan ketidakberpihakannya dalam mendukung industri hasil tembakau (IHT) dari hulu ke hilir dengan menaikan tarif cukai rokok.

Meski berdasarkan UU No. 39 Tahun 2007 yang menjadi dasar pemerintah memungut cukai untuk bertujuan mewujudkan kesejahteraan bangsa. Namun sementara, konsumen dan pedagang adalah masyarakat, bagian dari bangsa Indonesia yang tidak sejahtera karena kenaikan cukai.

“Pemerintah mau pendapatan naik tapi ditimpakan bebannya ke konsumen. Kenaikan cukai dan harga jual eceran jelas diskriminatif, ditanggung dampaknya oleh petani, pabrikan, industri hingga konsumen,” terangnya.

Ilustrasi pedagang rokok.

Sementara itu, Wakil Ketua Umum DPP Asosiasi Koperasi Ritel Indonesia (AKRINDO), Anang Zunaedi menyebut, kenaikan cukai dan harga rokok tentu akan mempengaruhi modal usaha dan pendapatan pelaku ritel koperasi dan UMKM. Kenaikan cukai yang seirama dengan kenaikan harga rokok tidak hanya akan melemahkan daya beli konsumen, namun turut mempengaruhi daya jual pedagang.

“Produk rokok dibeli pedagang dengan uang tunai. Bila terjadi kenaikan harga rokok, dampaknya akan mempersulit pedagang mengelola keuangan. Pedagang harus menyiapkan dana ekstra untuk kulakan. Bukan hanya konsumen yang kesulitan, pedagang dan peritel akan mengalami penurunan daya jual. Sangat disayangkan,”