Selandia Baru dianggap sebagai negara yang sangat toleran dengan peredaran rokok elektrik. Bahkan, beberapa apotek telah menjual produk vaping sebagai alternatif pengganti dari rokok konvensional.
Sayang, masih ada beberapa persoalan terkait vaping di Selandia Baru. Salah satunya adalah minimnya proses verifikasi usia saat menjual produk, khususnya pada penjualan melalui situs online.
Menurut penelitian yang diterbitkan dalam New Zealand Medical Journal, Jumat (28/11) oleh pakar kesehatan masyarakat Universitas Otago, hanya 10 persen dari situs web Selandia Baru penjual produk vaping yang mengharuskan pelanggan untuk membuktikan bahwa mereka berusia 18 tahun atau lebih sebelum membeli.
Pakar kesehatan masyarakat Universitas Otago menganalisis bagaimana rokok elektronik dan cairan elektronik dipasarkan secara online untuk pertama kalinya di Selandia Baru. Studi menemukan mayoritas penjual online gagal mencegah anak-anak dan remaja mengakses produk mereka.
“Vendor juga tidak memiliki informasi konsumen yang memadai, dengan 68 persen dari 59 situs web tidak memiliki peringatan kesehatan dan hanya seperempat menyebutkan bahaya kecanduan nikotin,” tulis penelitian itu seperti dilansir Stuff.co.nz.
Hampir setengah, 47 persen, dari situs menampilkan kotak pop-up di mana pengguna harus memverifikasi usia mereka dengan mencentang kotak centang untuk mengkonfirmasi bahwa mereka lebih tua dari 18 tahun sebelum mereka dapat mengakses situs. Tetapi hanya enam dari 59 situs yang mewajibkan untuk melampirkan ID, seperti SIM atau paspor, untuk menyelesaikan pesanan mereka.
Studi tersebut mencatat bahwa produk-produk tersebut dijual dengan harga yang mungkin terjangkau oleh banyak anak-anak dan remaja – rokok elektronik termurah berharga NZD9,95 dan isi ulang e-liquid 10ml dijual seharga NZD3,50.
Hampir semua situs web (92 persen) memiliki halaman media sosial, tidak ada yang memiliki peringatan kesehatan. Padahal, menjual produk vaping kepada orang di bawah usia 18 tahun adalah hal ilegal di Selandia Baru.
Associate professor, George Thomson, yang ikut menulis penelitian ini, mengatakan temuan menunjukkan bahwa pemerintah gagal menegakkan undang-undang tersebut. Para peneliti menyerukan peraturan yang lebih ketat, termasuk persyaratan bagi toko online untuk menggunakan sistem e-ID yang dimiliki pemerintah, mirip dengan teknologi yang digunakan di negara lain untuk mencegah kaum muda mengakses situs-situs perjudian.
“Pemerintah perlu merancang undang-undang yang mewajibkan peringatan yang efektif untuk kecanduan nikotin dan bahaya vaping, dan mengharuskan semua halaman pemasaran vape online untuk menampilkan peringatan kesehatan yang menonjol secara visual. Penelitian internasional telah menemukan peringatan dapat mengurangi penyerapan di kalangan remaja,” kata Thomson.
(Via Stuff)
Comments