GSTHR: Indonesia Belum Memiliki Peraturan terkait Produk Tembakau Alternatif

By Vapemagz | News | Rabu, 28 November 2018

Laporan Status Global Pengurangan Bahaya Tembakau 2018 (The Global State of Tobacco Harm Reduction/GSTHR) yang berjudul Tidak Ada Api, Tidak Ada Asap (No Fire, No Smoke) mencatat sebanyak 62 negara telah menerapkan peraturan bagi produk tembakau alternatif. Negara-negara tersebut kini telah memanfaatkan produk tembakau alternatif sebagai salah satu terapi untuk berhenti merokok.

Sebagian besar negara tersebut termasuk dalam kategori negara maju. Diantaranya adalah Amerika Serikat, Inggris, Jepang, Kanada, Korea Selatan, dan lainnya. Lalu bagaimana dengan Indonesia?

Menurut laporan GSTHR, Indonesia adalah salah satu negara yang belum memiliki peraturan terkait produk tembakau alternatif. Padahal, Indonesia termasuk dalam bagian negara yang memiliki jumlah perokok yang tinggi, yaitu di atas 40 persen dengan 65 persen di antaranya adalah pria dewasa.

“Laporan ini merekomendasikan bahwa pemerintah sebaiknya menelaah mengenai pemanfaatan produk tembakau alternatif secara lebih jauh dan menggunakan produk tersebut sebagai salah satu upaya untuk menurunkan jumlah perokok,” tulis laporan tersebut.

Sekadar informasi, peraturan terkait produk tembakau alternatif di Indonesia baru sebatas legalitas, dalam hal ini terkait penetapan pita cukai pada Hasil Pengolahan Tembakau Lainnya (HPTL). Meski demikian, sejauh ini belum ada payung hukum yang jelas terkait peraturan penggunaan, keamanan, pemasaran dan lainnya.

Laporan yang dipublikasikan per dua tahun tersebut untuk pertama kalinya memetakan ketersediaan dan penggunaan produk nikotin yang lebih rendah risiko atau Safer Nicotine Product (SNP), tanggapan peraturan terhadap SNP, dan potensi kesehatan masyarakat dari pengurangan bahaya tembakau melalui SNP di ranah global, regional, dan nasional.

GSTHR
Produk tembakau alternatif memiliki risiko yang lebih rendah ketimbang produk konvensional.

Berdasarkan proses pemetaan dan studi kasus yang dilakukan, disimpulkan bahwa beberapa negara berhasil menurunkan jumlah perokok melalui pemanfataan SNP atau yang juga dikenal dengan sebutan produk tembakau alternatif.

SNP terdiri dari produk tembakau yang dipanaskan bukan dibakar (heat not burn atau HNB), rokok elektrik atau vape, dan snuss ini menitikberatkan pada pemanfaatan produk tembakau yang mengandung nikotin namun memiliki potensi pengurangan risiko kesehatan yang signifikan daripada rokok konvensional. Hal ini disebabkan karena penggunaannya yang tidak melalui proses pembakaran.

Dengan tidak adanya proses pembakaran, zat karsinogenik seperti TAR yang dapat memicu timbulnya penyakit berbahaya pada tubuh dapat tereliminasi. “Banyak perokok yang sejatinya membutuhkan asupan nikotin, namun mendapatkan kerugian (penyakit berbahaya) akibat paparan TAR yang dihasilkan dari proses pembakaran,” tulis laporan tersebut.

Laporan GSTHR juga menjelaskan bahwa banyak perokok yang memiliki keinginan untuk berhenti, namun merasa kesulitan karena sudah terlanjur ketergantungan. Oleh karena itu, dengan penggunaan produk tembakau perokok tidak perlu menghadapi situasi berhenti atau mati lagi untuk bisa berhenti merokok. Produk tembakau alternatif dapat menawarkan cara lain bagi perokok untuk berhenti secara perlahan.

Laporan yang disusun dengan melibatkan puluhan praktisi kesehatan masyarakat dari lintas negara ini mencantumkan fakta-fakta ilmiah serta studi kasus keberhasilan yang dicapai negara lain dalam mengatasi permasalahan rokok dengan kontribusi produk tembakau alternatif.

Di Jepang misalnya, produk tembakau yang dipanaskan bukan dibakar telah membantu menurunkan angka perokok hingga 27 persen dalam periode dua tahun terakhir. Kemudian di Swedia, pengunaan snuss telah berperan dalam mengurangi jumlah penyakit berbahaya terkait rokok, bahkan menjadi yang terendah di Uni Eropa.

Begitu pula di Norwegia, di mana pengunaan snuss telah berhasil menurunkan jumlah perokok hingga 10 persen, yaitu dari 21 persen di tahun 2008 menjadi 11 persen di tahun 2017. Di Inggris, tercatat penurunan jumlah perokok sebanyak lima persen dalam kurun waktu 2011 sampai 2017 berkat kontribusi rokok elektrik. Perlu dicatat juga bahwa lebih dari 50 persen pengguna rokok elektrik di Inggris adalah mantan perokok.

(Via GSTHR)

Comments

Comments are closed.