Vapemagz – Ketua Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia (GAPRINDO) Benny Wachjudi menanggapi terkait adanya wacana pelarangan total iklan rokok.
Benny menjelaskan bahwa pelarangan iklan rokok akan memunculkan pelanggaran hak asasi, dan dapat melumpuhkan industri tembakau.
“Tidak ada alasan untuk melarang total iklan rokok karena produk dan konsumen rokok adalah legal. Masing-masing mempunyai hak sebagai produsen dan sebagai konsumen,” ujar Benny lewat keterangan tertulis, Senin (10/7/2023).
Menurutnya, hingga kini, pelaku industri tembakau telah menjalankan berbagai aturan atau regulasi ketat yang selama ini diberlakukan, seperti pembatasan iklan dan aturan cukai.
“Saat ini, aturan yang berlaku untuk mengatur industri tembakau sudah cukup ketat untuk membatasi iklan rokok. Yang diperlukan saat ini adalah sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat,” jelasnya.
“Akibatnya produksi industri tembakau secara keseluruhan mengalami penurunan yang drastis dari 355,8 miliar batang pada 2019 menjadi 330,7 miliar batang pada 2022 atau rata-rata turun 2,42 persen per tahun selama kurun waktu tersebut. Bahkan industri yang bernaung di bawah GAPRINDO mengalami penurunan produksi yang lebih drastis lagi,” lanjut Benny.
Kritik RUU Kesehatan
Sebelumnya, GAPRINDO dan Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI) sudah melakukan audiensi dengan Panitia Kerja (Panja) DPR terkait Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan.
Mereka meminta adanya kebijakan transparan dan partisipatif agar industri tembakau yang telah menyerap jutaan tenaga kerja serta berkontribusi terhadap perekonomian negara itu tidak semakin terjepit.
“Kami menyampaikan langsung kepada Bapak Ketua Panja untuk berkenan mempertimbangkan sejumlah masukan industri terhadap pasal tembakau yang dinilai tidak memiliki landasan hukum yang kuat dan rawan konflik kepentingan. Hingga saat ini, belum ada alternatif industri yang dapat menyerap tenaga kerja sebesar ini,” terangnya.
Pasal tembakau di RUU Kesehatan juga diyakini akan memberikan kewenangan antar kementerian dan disharmonisasi regulasi sehingga dikhawatirkan bertentangan dengan visi pemerintah dalam melakukan harmonisasi peraturan melalui metode omnibus.
“Jangan sampai kebijakan ini dinyatakan cacat formil setelah disahkan karena dalam proses pembentukan tidak melibatkan partisipasi publik yang maksimal sebagai salah satu syarat pembentukan undang-undang yang baik. Kami harap pemerintah dapat menghadirkan kebijakan yang adil dan berimbang serta mempertimbangkan dampak ekonomi dan sosial terhadap seluruh rantai pasok industri tembakau,” tutup Benny. (ard)
Comments