Ekonom UI: Menekan Konsumsi Rokok Jangan Terfokus Pada Cukai

By Bayu Nugroho | News | Jumat, 29 Januari 2021

Penerapan tarif cukai baru hanya tinggal menghitung hari saja. Tarif baru ini dinilai oleh Ekonom Universitas Indonesia Vid Adrison tidak efektif mengendalikan konsumsi rokok di Indonesia. Menurutnya pemerintah seharusnya tidak terfokus pada cukai, namun keterjangkauan harga.

Tarif cukai dengan rata-rata 12,5 persen tidak akan menekan angka perokok, karena harga jual nantinya akan ditentukan sendiri oleh perusahaan rokok dengan harga yang masih bisa dijangkau oleh konsumen.

“Cukai memang akan menaikkan harga, tetapi karena ada kecenderungan perusahaan menanggung ini, maka tidak jadi efektif,” kata Vid Adrison dalam Serial Diskusi “Refleksi Pengendalian Tembakau di Indonesia” Aliansi Jurnalis Independen Jakarta secara virtual, (Senin 26/1).

Angka perokok di Indonesia bisa ditekan, jika pemerintah bisa menentukan harga jual eceran yang resmi, sehingga rokok sulit dijangkau khususnya perokok usia muda. Di Indonesia sendiri ada 2 mekanisme untuk mengatur harga rokok, yakni ketentuan minimum Harga Jual Eceran (HJE) dan Harga Transaksi Pasar (HTP) sebagai harga riil di tingkat konsumen.

Pengawasan HTP sebagai harga rokok yang sebenarnya dibeli konsumen saat ini diatur dalam Perdirjen No.37/2017 tentang Cara Penetapan Tarif Cukai Hasil Tembakau yang mewajibkan pabrikan mematok HTP rokok minimum 85 persen dari HJE.

Shutterstock
Faktanya banyak perusahaan rokok yang melanggar dan menjual produknya di bawah 85 persen agar tidak kehilangan konsumen.

“Sebelum 2017 tidak ada batasan 85 persen itu, harga rokok bisa dijual lebih rendah dari harga banderol oleh perusahaan besar demi memasarkan produknya dan ini sangat bahaya bagi pengendalian konsumsi. Ini dinamakan predatory pricing,” tambah Vid Adrison.

(Via Kontan)

Comments

Comments are closed.