Ditjen Bea dan Cukai (DJBC) telah menyetujui pengajuan relaksasi pelunasan cukai hasil tembakau (CHT) senilai Rp830 miliar hingga 19 April 2020. Dirjen Bea dan Cukai Heru Pambudi mengatakan pemerintah telah memperpanjang waktu penundaan pembayaran cukai di tengah pandemi virus korona (coronavirus atau COVID-19) dari semula 2 bulan menjadi 90 hari.
“Tujuannya membantu para pabrikan rokok untuk mengatur cashflow. Tujuan lanjutannya supaya bisa mencegah mereka mengurangi tenaga kerja. Jangan sampai ada PHK,” katanya melalui konferensi video, Rabu (22/4/2020).
Insentif diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.30/PMK.04/2020, tentang Penundaan Pembayaran Cukai untuk Pengusaha Pabrik atau Importir Barang Kena Cukai yang Melaksanakan Pelunasan dengan Cara Pelekatan Pita Cukai. Beleid tersebut mengatur pemesanan pita cukai yang diajukan oleh pengusaha barang kena cukai pada tanggal 9 April hingga 9 Juli 2020 dapat diberikan penundaan pembayaran selama 90 hari.
Batas waktu itu bahkan lebih panjang dibandingkan dengan status darurat bencana non-alam yang ditetapkan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) terhadap pandemi virus korona yakni 29 Mei 2020. Meski demikian Heru menyebut kebijakan relaksasi itu juga menimbulkan konsekuensi berupa pergeseran penerimaan cukai hasil tembakau oleh DJBC.
Penerimaan cukai hasil tembakau yang seharusnya dibayarkan pada bulan Juni, Juli, dan Agustus, akan bergeser menjadi Juli, Agustus, dan September 2020. Namun ia memastikan pergeseran itu tidak menggerus penerimaan.
“Kami meluruskan bahwa insentif ini bukannya tidak membayar 30 hari. Tetapi sebenarnya kebijakan ini berbunyi perpanjangan masa kredit yang tadinya 2 bulan menjadi 3 bulan,” ujar Heru.
Dia menambahkan relaksasi pembayaran cukai tidak hanya dinikmati oleh produsen rokok raksasa seperti Sampoerna, Djarum, dan Gudang Garam. Tetapi juga untuk seluruh pabrikan rokok, termasuk yang berskala kecil.
(Via Kontan)
Comments