Dinilai Lebih Aman, Tarif Cukai Produk Tembakau Alternatif Seharusnya Rendah

News | Jumat, 3 April 2020

Industri produk tembakau alternatif saat ini diklaim mengalami tekanan karena lesunya kondisi ekonomi. Hal ini diperparah dengan serta tarif cukai yang dinilai terlalu tinggi. Partner of Tax Research & Training Services DDTC, Bawono Kristaji mengatakan produk tembakau alternatif di Indonesia dikenakan tarif cukai tertinggi sebesar 57 persen. Jika dirata-rata maka tarif produk tembakau alternatif justru lebih tinggi dari tarif cukai rokok konvensional.

“Tren di beberapa negara seperti Inggris dan Korea Selatan justru memberlakukan tarif cukai produk tembakau alternatif seperti vape dan produk tembakau yang dipanaskan relatif lebih rendah. Apabila memang produk alternatif ini terbukti lebih baik dan memiliki eksternalitas negatif lebih rendah tarif cukai harusnya lebih rendah agar bisa dijangkau,” kata Bawono, Kamis (2/4/2020).

Bawono menambahkan Indonesia perlu mengikuti langkah negara lain yang memberlakukan tarif cukai lebih rendah untuk produk tembakau alternatif. Di negara Inggris otoritas kesehatan sudah mengkaji hal tersebut dan mereka menyepakati hal itu. Menurut Bawono dunia medis Indonesia masih belum punya kata sepakat atas munculnya berbagai produk alternatif yang diklaim punya risiko kesehatan lebih rendah ini.

Antara
Likuid vape termasuk dalam hasil pengolahan tembakau lainnya (HPTL) yang dikenakan cukai.

“Tarif cukai yang terlampau tinggi juga membuat ketidakpastian pelaku usaha. Tidak ada insentif yang mendorong pabrikan-pabrikan untuk berinovasi dan memproduksi produk tembakau alternatif yang lebih baik,” ucapnya.

Dampak lainnya adalah maraknya produk tembakau alternatif ilegal karena produsen (pabrikan) tidak mau mendaftarkan diri karena cukainya begitu tinggi. Untuk itu Bawono menilai sebaiknya ada kajian lebih lanjut terkait aspek kesehatan produk tembakau alternatif.

Pemerintah perlu menyusun standardisasi teknis terkait produk yang diklaim memiliki risiko lebih baik. Bawono juga menegaskan pemerintah perlu menyusun kategori sendiri untuk produk alternatif yang memiliki risiko lebih rendah dalam sistem tarif cukai.

“Misalnya panduan komposisi bahan baku, produk yang tidak melalui proses pembakaran, atau kewajiban produsen melakukan registrasi. Untuk tarif sebaiknya tidak setinggi sekarang dan menggunakan sistem tarif cukai spesifik, sama seperti produk kena cukai lainnya,” tutupnya.

(Via Jawapos)

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *