Penggabungan Layer Cukai Rokok Harus Berlanjut Untuk Kurangi Kebocoran Pendapatan Negara

By Vapemagz | News | Jumat, 15 Februari 2019

Rencana menggabungkan volume produksi sigaret keretek mesin (SKM) dan sigaret putih mesin (SPM) diharapkan tetap berlanjut tahun 2019 ini. Pasalnya, penggabungan kedua jenis rokok tersebut akan menghindarkan negara dari potensi kebocoran penerimaan cukai.

Selain itu, penggabungan kedua jenis rokok diyakini menghentikan praktik penghindaran pajak pabrikan rokok asing besar yang saat ini masih menikmati tarif cukai murah. Hal ini demi melindungi pabrikan rokok kecil dari persaingan harga dengan pabrikan asing besar.

“Salah satu isi dari PMK (Peraturan Menteri Keuangan) Nomor 146 Tahun 2017 adalah penggabungan batas produksi untuk SKM dan SPM. Ini tentunya akan menciptakan persaingan yang lebih sehat di mana pabrikan kecil tidak perlu bersaing dengan pabrikan besar,” tutur Anggota Komisi XI DPR dari Fraksi PDIP, Indah Kurnia seperti dilansir Antara.

Melalui penggabungan ini, setiap pabrik rokok yang memproduksi rokok mesin jenis SKM, SPM, atau gabungan keduanya dengan jumlah lebih dari 3 miliar batang wajib membayar tarif cukai tertinggi di setiap jenis rokok. Dengan demikian kesempatan perusahaan besar untuk memanfaatkan celah batasan produksi guna membayar cukai lebih rendah jadi tertutup.

“Jika tidak digabungkan, beberapa pabrikan asing besar masih dapat menikmati cukai murah untuk jenis rokok yang diproduksi. Padahal mereka sudah memproduksi rokok buatan mesin sebanyak lebih dari 3 miliar batang,” kata Indah.

Sekadar informasi, penyederhanaan layer tarif cukai rokok diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 146 Tahun 2017 Tentang Tarif Cukai Tembakau. Untuk 2018, layer tarif cukai rokok diketahui berjumlah 10. Targetnya, setiap tahun tarif cukai rokok akan disederhanakan sebanyak 2 layer, sehingga pada 2021 hanya tersisa 5 layer tarif rokok.

Badan Kebijakan Fiskal/Visi Teliti Saksama
Kontribusi cukai terhadap penerimaan negara selama periode 2016-2017.(ZAL)

Penyederhanaan ini dilakukan demi mencegah kebocoran penerimaan cukai dari rokok. Porsi cukai hasil tembakau (CHT) terhadap penerimaan cukai negara sendiri mencapai 95 persen.

Pada Desember lalu, Kementerian Keuangan mengeluarkan PMK Nomor 156 Tahun 2018 Tentang Tarif Cukai Tembakau. Dalam kebijakan itu, Kemenkeu menghapus Bab IV pada PMK Nomor 146 Tahun 2017 yang salah satu tujuannya ialah mengatur penggabungan batas produksi SKM dan SPM.

Hal ini disesali oleh Anggota Komisi XI DPR RI daru Fraksi PPP, Amir Uskara. Menurutnya, penggabungan SKM dan SPM harus tetap direalisasikan. Dalam pandangannya, penundaan penggabungan kedua jenis rokok justru akan menyulitkan pabrikan rokok kecil.

“Kenapa kebijakan yang baru berjalan setahun diubah? Jelas-jelas kebijakan tersebut untuk melindungi pabrikan kecil. Jangan sampai pabrikan asing terus menikmati tarif cukai murah,” tegasnya.

Ketua Harian Forum Masyarakat Industri Rokok, Heri Susianto menyatakan penundaan penggabungan volume rokok jenis SKM dan SPM akan menimbulkan keleluasaan kepada pabrikan tokok besar asing untuk membayar tarif cukai murah.

“Jika tidak diakumulasian antara produksi SKM dan SPM, justru menjadi pertanyaan dari aspek keadilan berarti perusahaan rokok besar menikmati tarif yang lebih murah,” ujar Heri.

(Via Antara)

Comments

Comments are closed.