Cukai Rokok Naik, Bagaimana Dampaknya ke Para Perokok?

By Vape Magz | News | Kamis, 13 Januari 2022

Kenaikan tarif cukai hasil tembakau (CHT) ternyata tidak terlalu memberikan banyak dampak pada kebiasaan masyarakat merokok secara signifikan, namun lebih mengarah pada perubahan harga rokok saja. Hal itu diungkapkan oleh Dewan Pakar Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat (IAKMI) Hermawan Saputra.

“Kalaupun ada kenaikan cukai, paling besar itu berpengaruh terhadap harga satu bungkus rokok. Pengaruhnya tidak terlalu signifikan karena orang kalau sudah tergantung merokok, bagaimanapun dia akan menyediakan uang untuk mengakses rokok,” kata Hermawan di Jakarta, Kamis (13/1/2022).

Hermawan menuturkan naiknya tarif cukai khususnya pada harga rokok, hanya dapat membatasi akses atau keterjangkauan jumlah rokok yang dikonsumsi oleh seseorang saja. Sedangkan pada motif untuk membeli rokok, akan tetap akan terus berjalan selama pendapatan seseorang yang memadai. Selama seseorang memiliki pendapatan yang baik, berapapun harga rokok tidak akan mempengaruhinya. Bahkan pada saat seseorang tidak memiliki dana yang cukup, sebisa mungkin akan menyisihkan uangnya untuk membeli rokok meski jumlah yang didapatkan tak sebanyak biasanya.

Konsumsi rokok juga akan terus berjalan selama sebuah perusahaan masih memproduksi berbagai jenis rokok, tersedianya bahan baku yang ditanam oleh para petani juga. “Jika hanya mengandalkan cukai rokok saja, jadi tidak signifikan dan tidak mengubah perilaku karena hulunya motifnya tetap terjaga. Hanya daya beli yang akan berpengaruh terhadap perolehan atau akses terhadap rokok,” tegas dia.

Di sisi lain, menurutnya kenaikan cukai pada rokok juga lebih menekankan bagaimana negara mengatur pemasukan pendapatan dan berjalannya kegiatan perekonomian. Padahal, untuk memutus siklus tersebut dan menjaga kualitas putra-putri bangsa tetap baik, dibutuhkan sebuah upaya yang lebih masif yang dibarengi oleh edukasi juga sosialisasi melalui media sosial di internet mengenai dampak buruk merokok pada kesehatan, sehingga perspektif pada rokok dapat berubah.

Ia juga meminta supaya masyarakat dapat paham bahwa, lebih baik melakukan kegiatan yang lebih produktif dibandingkan menghabiskan uang untuk membeli rokok yang berdampak buruk baik pada diri sendiri maupun lingkungan. “Kesadaran dari risiko sosial karena juga merokok, akan menambah keburukan secara lingkungan dan juga konteks merugikan keluarga, menyadari bahwa perokok merusak kesehatan. Maka itu, lebih baik menghindari kerusakan daripada mencoba coba untuk merokok,” ujar dia.

Adapun, dari sisi ekonomi, Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Tauhid Ahmad mengatakan kenaikan CHT pada 2022 memang berpotensi menambah penerimaan negara. “Karena harga rokok semakin tinggi, jadi meski produksi rokok menurun, penerimaan negara secara nominal akan meningkat,” kata dia.

Walaupun demikian, kenaikan penerimaan CHT pada 2022 diperkirakan lebih rendah bila dibandingkan tahun sebelumnya. Pada 2022, pemerintah telah menargetkan CHT akan mencapai Rp 192 triliun atau naik 11,56 persen dibanding target 2021 yang sebesar Rp173 triliun.

Namun, sampai akhir tahun 2021 saja, penerimaan sudah mencapai Rp193 triliun. Menurutnya, meskipun tak hanya ditarik untuk menambah penerimaa negara, kenaikan itu juga dilakukan sebagai upaya melakukan kontrol terhadap konsumsi rokok yang berdampak buruk pada kesehatan.

“Dengan penurunan jumlah konsumsi, maka otomatis dampak ke produksi juga menurun. Saya kira ini tidak lepas dari cita-cita pemerintah untuk mengurangi angka prevalensi merokok terutama pada anak di bawah usia 18 tahun,” ucap Tauhid.

Pada akhir Desember 2022, Ketua Media Center Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI) Hananto Wibisono mengatakan, kenaikan seluruh golongan rokok yang tak memberi kesempatan bagi sektor padat karya dapat pulih dan bertumbuh di tengah pandemi.

“Kenaikan cukai 2022 masih cukup tinggi, jauh di atas angka inflasi dan pertumbuhan ekonomi. Tentunya, ini akan berdampak pada industri padat karya. Perlu diingat, IHT adalah industri penyumbang 10 persen penerimaan pajak negara dan menyerap 6 juta tenaga kerja,” kata Hananto, Kamis (13/1/2022).

Adapun kenaikan tarif cukai yang cukup tinggi terjadi pada kategori sigaret putih mesin (SPM), mulai dari 13,9 persen (golongan I) sebesar 14,4 persen (golongan II B). Bahkan kategori sigaret kretek tangan (SKT) pun tak luput dari kenaikan tarif cukai, dengan kenaikan tertinggi 4.5 persen.

Meski demikian, Hananto menghargai pertimbangan pemerintah terhadap perlindungan tenaga kerja melalui kenaikan cukai SKT yang jauh lebih rendah dari rokok mesin. Hal ini memberikan harapan bagi industri atas keberpihakan Pemerintah terhadap segmen padat karya.

Dia menekankan segmen SKT memang memerlukan perhatian dan perlindungan lebih karena selama ini sangat terdampak pandemi Covid-19, utamanya karena Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) mempengaruhi biaya operasional pabrik dan kapasitas produksi.

“Ada extra cost yang harus dikeluarkan oleh pabrikan sebagai upaya untuk menerapkan protokol kesehatan. Di antaranya, penyediaan masker, hand sanitizer, dan lainnya. Belum lagi terkait kapasitas pelinting di pabrik yang harus dikurangi selama pandemi demi mengikuti protokol Kesehatan yang pastinya mempengaruhi kapasitas produksi SKT,” ucapnya.

Pemberlakuan kebijakan per 1 Januari 2022 juga dinilai menyulitkan para pelaku IHT untuk melakukan serangkaian penyesuaian. Minimnya waktu penerapan ini, kata Hananto, diharapkan Bea Cukai juga siap untuk memenuhi permintaan pencetakan pita cukai.

“Implementasi kebijakan ini jangan sampai mengganggu proses produksi,” tuturnya.

 

(Via republika.co.id)

Comments

Comments are closed.