CDC: 80 Persen Pasien Penyakit Paru-Paru Terkait Vape Gunakan Likuid THC

By Vapemagz | News | Sabtu, 7 Desember 2019

Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (Centers for Disease Control and Prevention atau CDC) Amerika Serikat mengumumkan bahwa dari 1.782 pasien penyakit paru-paru terkait penggunaan vape (e-cigarette, or vaping, product use associated lung injury atau EVALI), sebanyak 80 persen pasien mengaku telah menggunakan produk THC.

Hal ini diumumkan CDC dalam laporan terbarunya pada Jumat (6/12). Penyakit misterius, yang disebut EVALI, telah membuat sebanyak 2.291 orang masuk  rumah sakit di seluruh negeri dan menewaskan 48 orang dari awal tahun hingga 3 Desember lalu.

Di antara 1.782 pasien, 80 persen mengatakan mereka menggunakan likuid yang mengandung THC, senyawa psikoaktif dalam ganja. Sebanyak 12 persen mengatakan mereka menggunakan likuid mengandung CBD, senyawa ganja lainnya.

CDC
Persebaran wilayah penyakit paru-paru terkait vaping di AS.

Dank Vapes adalah produk THC yang paling umum digunakan di antara pasien yang mengidap penyakit vaping yang mematikan, meskipun itu CDC mengatakan tidak mungkin hanya satu merek menyebabkan wabah nasional. Tercatat sebanyak 56 persen pasien menggunakan produk  Dank vapes, diikuti oleh TKO (15 persen), Smart Cart (13 persen) dan Rove (12 persen).

“Keragaman nasional produk yang mengandung THC yang dilaporkan oleh pasien EVALI menyoroti bahwa tidak mungkin satu merek bertanggung jawab atas wabah EVALI, dan bahwa perbedaan regional dalam produk yang mengandung THC mungkin terkait dengan sumber produk,” tulis CDC.

Minyak vitamin E juga muncul sebagai kemungkinan penyebab lainnya yang dicurigai, sebagaimana ditemukan oleh para peneliti federal dan negara bagian dalam produk vaping THC. Minyak ini sebagian besar digunakan dalam produk perawatan kulit dan kecantikan dan semakin banyak digunakan dalam likuid vaping THC, dengan konsekuensi yang mungkin mematikan.

“Meskipun tampaknya vitamin E asetat dikaitkan dengan EVALI, banyak zat dan sumber produk sedang diselidiki, dan mungkin ada lebih dari satu penyebab,” kata agensi.

(Via CDC)

Comments

Comments are closed.