Sebuah studi tahun 2017 berjudul, “Comparing the cancer potencies of emissions from vapourised nicotine products including e-cigarettes with those of tobacco smoke,” yang dilakukan oleh Dr William E Stephens dari Universitas St Andrews di Inggris, telah melihat risiko dari menghirup vape dan membandingkan dengan menghirup asap rokok tembakau.
Sejalan dengan banyak penelitian lain yang menunjukkan hasil yang sama, para peneliti telah menemukan bahwa beralih dari merokok ke vaping akan mengurangi risiko kanker pengguna sekitar 99 persen.
Aerosol membentuk spektrum potensi kanker yang mencakup lima urutan besarnya dari udara yang tidak terkontaminasi menjadi asap tembakau. Emisi dari vape menjangkau sebagian besar kisaran ini dengan dominan produk yang memiliki potensi kurang dari satu persen dari asap tembakau.
Marc Hymovitz, direktur hubungan pemerintah di Massachusetts untuk American Cancer Society Cancer Action Network, yang mengorganisir upaya anti-flavours, mengatakan bahwa produsen vape menjual produk e-liquid berasa untuk menarik perhatian remaja. “Cukup jelas bahwa vape telah menjadi epidemi,” katanya.
Demikian pula, survei yang disponsori pemerintah, Monitoring the Future Study (MTF), yang juga mendeteksi peningkatan besar dalam vaping tahun lalu, juga menunjukkan penurunan yang terus-menerus dalam merokok bulan lalu di antara siswa kelas 12.
(Via Morning the Future / Tobacco Control)
Comments