Buat Beragam Inovasi, Komitmen APVI Dalam Tanggulangi Limbah Vape

By Vape Magz | News | Senin, 5 September 2022

Logo Sampah atau Limbah yang bisa didaur ulang (Sumber Foto : www.pexels.com)Vapemagz – Tren rokok elektrik (vape) kian populer di dunia lantaran dipercaya masyarakat sebagai produk minim risiko. Tercatat, rata-rata
pertumbuhannya mencapai 15–20 persen sejak 2015, mengingat penggunanya kini sudah mencapai 2,2 juta orang lebih. Penyebabnya, hal ini karena semakin banyak negara yang mengklaim bahwa rokok elektrik sebagai produk yang lebih aman daripada rokok konvensional dan dipercaya dapat menjadi terapi untuk berhenti merokok. Terlebih, banyaknya ragam produk pilihan yang ditawarkan dan terjadinya peningkatan pengguna, dikhawatirkan limbahnya tidak bisa diatasi dengan baik. Secara global, jumlah sampah elektronik pada 2021 sebesar 57,4 ton, di mana angka tersebut bertambah dua ton bila dibanding 2020. Sementara di Indonesia sendiri, sampah elektronik yang dihasilkan pada 2021 silam mencapai dua ton. Dengan jumlah yang tergolong masif ini, tentunya membutuhkan solusi agar tidak membebani lingkungan.

Sekretaris Jenderal APVI, Garindra Kartasasmita menilai, limbah rokok elektrik seiring waktu akan mengalami peningkatan secara signifikan. Hal ini disebabkan semenjak hadirnya Disposable Pod ke Industri rokok elektrik. Terlebih, Disposable Pod sendiri merupakan jenis device yang hanya sekali pakai saja, sehingga jika tidak dikelola dengan baik, maka akan menimbulkan masalah lingkungan kedepannya. “Karena kedepannya kita akan concern terhadap pengolahan disposable pod, karena perangkat elektrik itu kan isinya baterai, ada yang satu hari habis, tiga hari habis, lima hari habis, dan itu pasti dibuang kan,” ujar Garindra kepada Vapemagz Indonesia dalam wawancara khusus beberapa waktu lalu.

Maka demikian, APVI berinisiatif untuk membuat program yang cukup solutif dalam mengantisipasi terjadinya peningkatan limbah rokok elektrik. Salah satunya yaitu dengan membuat program penawaran potongan harga bagi masyarakat yang ingin menukarkan device-nya
yang sudah rusak atau tidak bisa dipakai. “Jadi, kita dari industri juga bisa bikin program contohnya, seperti menukarkan device lama kamu untuk mendapatkan produk yang baru, tentunya dengan potongan diskon tiga-lima persen. Saya yakin juga para pengguna yang sudah melek dari teknologi juga akan menerapkan dalam hal pemanfaatan lingkungan,” terangnya. Garindra menerangkan, APVI sendiri sudah
menyiapkan langkah dalam hal penanganan limbah tersebut, yaitu melalui kolaborasi dengan stakeholder soal daur ulang limbah rokok elektrik.

Hal ini mengingat limbah rokok elektrik (vape) lebih mudah didaur ulang ketimbang limbah rokok konvensional. “Kemungkinan tahun depan sih, karena kita prediksi setelah akhir tahun ini sudah banyak produk disposable pod, sehingga kita sama di bulan ini intens
koordinasi sama pihak kementrian perindustrian juga dan semoga tahun depan juga teknologinya juga sudah fix untuk perusahaan yang mendaur ulang,” paparnya. “Karena perusahaan yang ditunjuk memang harus berdasarkan instruksi dari pihak kementrian dalam hal pengolahan. Selain itu, kemenperin juga menyambut baik niatan kami untuk membantu pemerintah dalam menanggulangi persoalan limbah tersebut,” tambahnya. Diketahui, program daur ulang limbah tersebut sebetulnya sudah digagas APVI sejak 2017 dan sempat berjalan beberapa waktu. Namun, saat itu program yang dijalankan hanya sebatas pengepulan botol liquid bekas saja. “Sejak dari 2017 itu
sebenarnya kita mulai buat program pengepulan botol bekas liquid ya , awalnya itu emang kita coba di vape fair, tapi saat itu bahwa kita juga belum legal ya dan belum berhubungan sama pemerintahan” tegasnya.

Maka dari itu, Garinda berharap, gagasan baru yang dicanangkan APVI saat ini dapat membantu pemerintah dalam menyelesaikan masalah
limbah rokok elektrik kedepannya. Sebab hal ini bertujuan guna menjaga kelestarian lingkungan sekitar. “Tapi kita di asosiasi ini bersama teman-teman yang tujuannya kita beralih ke vape, karena memerhatikan kesehatan dan lingkungan sekitar. Jadi kita juga cukup aware soal ini,” imbuhnya. Menanggapi hal ini, Direktur Industri Minuman, Hasil Tembakau, dan Bahan Penyegar Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Edy Sutopo pun sepakat bahwa produk tembakau alternatif salah satunya rokok elektrik menjadi industri yang sedang benar-benar berkembang. Karenanya, segala aspek yang berhubungan dengan pengembangan industri, termasuk pengelolaan limbah, perlu menjadi perhatian bersama dari berbagai pihak. “Realisasi penerimaan cukai produk alternatif tembakau kenaikannya sangat tinggi, tahun lalu saja naik lebih dari 50 persen. Kementerian Perindustrian sangat fokus mendorong Indonesia untuk mengelola lingkungan secara baik bagi limbah padat, cair, maupun gas,” ujar Edy dalam wawancara terpisah. “Kesadaran ini sudah menjadi keniscayaan karena pasar juga sudah mulai memperhatikan hal tersebut lewat gerakan green consumerism.

Kegiatan pengelolaan lingkungan ini kemudian perlu mendapatkan dukungan dari semua pihak, yaitu Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, termasuk peran serta masyarakat dan LSM,” sambungnya. Menurut Edy, penting bagi masyarakat mengetahui peraturan terbaru dari limbah elektronik di Indonesia, mengenai kandungan dan tingkat bahayanya. Sebab, hal ini akan menjadi dasar untuk menggali potensi daur ulang dan pengelolaan dari limbah logam dan elektronik, serta bagaimana masyarakat, khususnya para pelaku usaha dapat berpartisipasi di dalamnya. Terlebih, Pemerintah pada dasarnya telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 27 Tahun 2020 tentang Pengelolaan Sampah Spesifik yang merupakan turunan dari UndangUndang (UU) Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah. Peraturan Pemerintah tersebut merupakan payung hukum pengelolaan sampah elektronik. Meski begitu, saat ini regulasi yang secara khusus mengatur pengelolaan limbah vape belum tersedia. “Regulasi yang langsung mengatur secara khusus pengelolaan limbah vape tidak ada.

Namun, regulasi terkait pengelolaan lingkungan secara umum, seperti limbah padat, cair, gas, serta B3 secara umum diatur oleh KLHK,”
paparnya. “Setelah mulai melakukan kegiatan usaha, harus melakukan upaya pengelolaan dan pemantauan lingkungan (UKL-UPL). Semua limbah nantinya harus memenuhi nilai ambang batas yang ditetapkan, jadi memang perlu kolaborasi dari berbagai pihak,” tutupnya.

Comments

Comments are closed.