Vapemagz – Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menemukan cairan rokok elektrik alias liquid yang tersedia di pasaran memiliki kandungan nikotin lebih rendah dibandingkan angka nikotin yang tertera pada label kemasan.
Temuan tersebut didapat BRIN usai menguji sebanyak 60 sampel e-liquid yang diambil dengan proporsi 53 sampel terbuka, 7 sampel cair tertutup, dan 1 sampel padat dengan satu jenis rokok konvensional berupa Sigaret Putih Mesin (SPM), Sigaret Kretek Tangan (SKT), serta SPM standar dari University of Kentucky.
Penelitian sendiri dilakukan di laboratorium independen terakreditasi Komite Akreditasi Nasional-International Laboratory Accreditation Cooperation (KAN-ILAC).
“Nikotin di dalam e-liquid secara rata-rata lebih rendah hasil ujinya dibanding klaim pada label. Ada yang mencapai hanya 50 persennya, bahkan lebih rendah,” ujar Peneliti Pusat Riset Teknologi Pengujian dan Standar BRIN, Bambang Prasetya dalam acara Asia Pacific Harm Reduction Forum (APHRF) 2024 di Jakarta, seperti dikutip dari ANTARA, Kamis (4/7/2024).
Pihak BRIN juga menemukan sebanyak 9 jenis senyawa kimia toksikan yang terkandung pada sampel lebih rendah secara signifikan dibandingkan rokok tembakau.
Selain itu, peneliti BRIN tidak menemukan kandungan karbonmonoksida (CO) serta kandungan sejumlah senyawa yang dinilai berbahaya seperti 1.3 butadiene, benzene, 4-(methylnitrosamino)-1-(3pyridyl)-1-butanone (NNK), N-nitrosonornicotine (NNN) yang berada di bawah Limit of Detection (LoD) pada semua sampel.
“Semua sampel vape mengandung benzo a pyrene rendah di bawah LoD. Beberapa di bawah Limit of Quantification (LoQ) pada satu sampel tipe open freebase,” jelasnya.
Selanjutnya, BRIN juga menemukan sebanyak 16 dari 45 atau 35 persen sampel rokok elektrik dengan tipe open freebase mengandung formaldehyde di atas LoQ. Sementara sampel bertipe saltnic di atas LoQ, dan sampel bertipe closed-system di bawah LoQ.
Bambang menyimpulkan terdapat perbedaan terhadap parameter yang disyaratkan WHO selaku Organisasi Kesehatan Dunia dan standar lain pada produk rokok konvensional, tembakau yang dipanaskan dan rokok elektronik.
Menurutnya, penelitian yang ada pada saat ini untuk produk turunan tembakau masih tidak proporsional dengan kondisi Indonesia, baik dari sisi produsen maupun konsumen.
“Sumber informasi dari hasil riset luar negeri tidak selalu applicable untuk kondisi Indonesia,” terang Bambang.
Meski begitu, Bambang menyarankan penelitian lebih lanjut terhadap produk turunan tembakau agar dilakukan, baik pengaruhnya untuk kesehatan maupun penciptaan standar baru.
Hal itu diperlukan agar penentuan kebijakan yang terkait dengan produk turunan tembakau bisa tepat sasaran, sehingga penggunaan produk turunan tembakau menjadi sesuai harapan.
Comments