Rokok dianggap sebagai kebiasaan yang merugikan masyarakat. Selain berdampak buruk bagi kesehatan masyarakat, rokok juga dianggap merugikan perekonomian masyarakat. Pasalnya, uang yang dihabiskan masyarakat untuk konsumsi rokok, seharusnya bisa digunakan untuk memenuhi kebutuhan lainnya.
Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa rokok masih menjadi konsumsi terbesar kedua setelah beras. Di Kalimantan Timur misalnya, rokok kretek filter dan beras menjadi penyumbang kemiskinan terbesar warga Provinsi Kaltim dari total jumlah penduduk miskin sebanyak 222.390 jiwa, baik di perkotaan maupun di pedesaan.
“Kemiskinan sebanyak 222.390 orang itu diakibatkan oleh peranan dua hal, yakni belum mampu mencukupi kebutuhan makanan dan kebutuhan nonmakanan,” ujar Kepala BPS Provinsi Kaltim, Atqo Mardiyanto.
Peranan rokok kretek filter mempengaruhi tingkat kemiskinan di Kaltim, menyumbang 9,07 persen di daerah perkotaan dan sebesar 17,54 persen bagi penduduk di pedesaan. Rokok kretek filter menyusul komoditas beras, yang menyumbang 15,80 persen bagi penduduk di perkotaan dan sebesar 17,87 persen bagi penduduk yang tinggal di pedesaan.
Peranan ketiga adalah daging sapi dengan andil 5,48 persen bagi penduduk di perkotaan, kemudian komoditas daging ayam ras sebesar 4,21 persen bagi penduduk di pedesaan. Disusul urutan ketiga adalah telur ayam ras dengan andil 4,81 persen bagi penduduk di perkotaan, kemudian sebesar 3,71 persen bagi penduduk di perdesaan.
Rokok juga menjadi komoditas kedua terbesar yang dikonsumsi masyarakat tergolong miskin di Jawa Barat. Kepala BPS Jabar, Dody Herlando, mengatakan pada provinsi dengan jumlah penduduk terpadat di Indonesia itu, sekitar 9,49 persen pendapatan warga yang tergolong di bawah garis batas kemiskinan dibelikan rokok.
“Ya, ini memang sulit merubah kebiasaan. Kita lihat saja, saat jam istirahat kawasan pabrik, pasti merokok. Memang perlu edukasi lebih baik untuk menggunakan pendapatan secara bijak. Bukan melarang merokok, tapi lebih bijak,” kata Dody.
BPS melakukan survei terhadap sekitar 300 komoditas, sekitar 100 komoditas muncul dalam laporan. Rokok menjadi komoditas terbesar kedua yang dikonsumsi masyakarat miskin, setelah beras, disusul telor, daging ayam, dan kopi saset. Angka Garis Kemiskinan (GK) di Jawa Barat sendiri meningkat sebesar 0,98 persen dari Rp367.755 per kapita per bulan menjadi Rp371.376 per kapita per buIan.
Sementara itu, secara nasional BPS mencatat angka penduduk miskin pada September 2018 turun menjadi 9,66 persen dibandingkan Maret 2018 yang mencapai 9,82 persen. Jumlah penduduk miskin pada September 2018 mencapai 25,67 juta orang atau turun 0,28 juta orang terhadap Maret 2018 dan turun 0,91 juta orang terhadap September 2017.
(Via Antara, Antara Sultra, Koran Jakarta)
Comments