Minimnya inovasi pada produk-produk rokok konvensional seperti kretek, memunculkan ancaman meredupnya masa depan bisnis di industri rokok. Hal ini disadari oleh Chief Operating Officer PT. Djarum, Victor Rachmat Hartono. Menurutnya sekalipun industri rokok saat ini sudah mapan, tidak ada industri yang akan bertahan selamanya.
“Kita pasti tahu, tidak ada industri kekal. Kita mengerti bahwa industri rokok pun bisa kapan-kapan mundur atau hilang. Saya kira semua pemilik bisnis sebaiknya punya rasa kekhawatiran kalau bisnisnya tiba-tiba punah,” kata Victor dalam sesi Building a Brand and a Legacy di Millennial Summit (IMS) 2019, akhir pekan lalu.
Victor mengatakan bahwa inovasi di industri rokok terakhir kali sepertinya adalah rokok filter. Sejak itu, belum ada inovasi-inovasi lainnya. “Tingkat inovasi untuk rokok rendah. Kita bilang di industri ini, inovasi terakhir sepertinya filter. Kalaupun ada rokok flavor seperti breeze atau segala macam itu seperti gimmick saja,” kata Victor.
Putra pertama dari konglomerat Djarum Robert Budi Hartono itu mencontohkan redupnya kejayaan perusahaan kamera Eastman Kodak Company. “Waktu saya kecil, orang seperti tidak bisa hidup tanpa Kodak. Ternyata sekarang hilang,” ujar Victor.
Kodak yang didirikan pada 1892, sempat sangat popular pada era sebelum kamera digital. Pada tahun 1976, Kodak memimpin pangsa pasar penjualan kamera di Amerika Serikat sekitar 90 persen. Memasuki abad 21, perusahaan ini mulai mengalami kemunduran seiring munculnya kamera digital. Hingga pada 19 Januari 2012, Kodak resmi mengajukan permohonan mendapat perlindungan kepailitan.
Selain itu, Victor turut mewaspadai munculnya regulasi yang bisa menekan industri. Salah satunya saat bisnis mercon yang dilarang Jepang saat menjajah Indonesia. Sebelum dikenal sebagai perusahaan rokok, Djarum ternyata pernah berkecimpung di industri mercon.
“Tahun 1942, Jepang mau masuk, itu perusahaan kita ditutup sama Belanda. Karena Belanda tidak mau mesiu yang ada di jatuh ke tangan Jepang. Sejak saat itu sampai hari ini, industri mercon ilegal di Nusantara,” kata Victor.
Industri rokok saat ini memang mendapat ancaman dari produk tembakau alternatif seperti rokok elektrik atau vape. Beberapa perusahaan rokok internasional yang tergolong Big Tobacco bahkan kini sudah mulai berkecimpung di produk tersebut.
Seperti Phillip Morris, perusahaan yang kini menguasai mayoritas saham PT HM Sampoerna ini memiliki IQOS sebagai rokok elektroniknya. Selain itu, Altria Grup juga kini telah menguasai 35 persen saham JUUL Labs, perusahan rintisan rokok elektrik.
(Via IDN Times)
Comments