Anggota Badan Legislasi DPR RI, Firman Soebagyo, menilai kenaikan cukai hasil tembakau (CHT) tahun 2022 sebesar 12 persen dan penyederhanaan (simplifikasi) dari 10 layer menjadi 8 layer, sebagaimana tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No 192 tahun 2021, sangat eksesif sehingga akan semakin memperburuk kelangsungan sektor pertembakauan nasional. Menurut legislator senior Partai Golkar itu, terdapat dua hal utama yang harus diwaspadai dari kenaikan cukai rokok ini.
Pertama, kenaikan harga rokok akan menyebabkan perokok mencari alternatif rokok dengan harga yang lebih murah dan terjangkau, salah satu adalah rokok ilegal.
“Kenaikan harga berpengaruh terhadap kenaikan jumlah permintaan rokok ilegal. Kenaikan peredaran rokok ilegal, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang, dapat berdampak terhadap keberlangsungan IHT,” kata Firman Soebagyo dikutip Jumat (11/2/2022).
Kedua, kenaikan tarif cukai dan harga rokok dalam jangka panjang dapat berdampak negatif terhadap keberlangsungan IHT. Sebab, kenaikan harga rokok yang dilakukan secara terus menerus akan berdampak terhadap kenaikan rokok ilegal dan keberlangsungan IHT yang selanjutnya juga dapat berpotensi menggerus penerimaan negara. Adanya penyederhanaan (simplifikasi) dari 10 layer menjadi 8 layer, menurut anggota Komisi IV DPR RI ini juga harus dipahami dengan perspektif kepentingan global. Keberadaan Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) salah satu agendanya adalah pengurangan pabrikan rokok kretek di Indonesia. Agenda tersebut, dalam pandangannya, sejalan dengan salah satu korporasi rokok internasional yang beroperasi di Indonesia. Firman memproyeksikan, kelak kalau simplifikasi cukai rokok dibiarkan terus terjadi tidak tertutup kemungkinan pabrik atau perusahaan rokok yang tersisa di Indonesia hanya tinggal tiga bahkan hanya ada satu.
“Jadi, yang sebenarnya terjadi itu bukan simplifikasi tapi pengurangan atau penghilangan golongan rokok. Bahkan upaya mematikan industri rokok kretek di tanah air,” tegasnya.
(Via liputan6.com)
Comments