Ketua Koalisi Indonesia Bebas TAR (KABAR) Ariyo Bimmo berharap pemerintah segera membuat regulasi khusus bagi produk tembakau alternatif yang sesuai dengan karateristik produk dan profil risikonya. Hal ini disampaikannya dalam diskusi dengan tema “Berikan Vape kesempatan, Pahami Sebelum Hakimi!” di Indonesia Vaper Movement 2019 yang diselenggarakan pada Minggu (15/12) di One Belpark Mall Jakarta.
“Regulasi tersebut harus berdasarkan kajian ilmiah yang komprehensif. Oleh karena itu, saya mendorong pemerintah, untuk melakukan kajian ilmiah mengenai produk tembakau alternatif di Indonesia. Sehingga, regulasi yang dibuat nantinya dapat berdasarkan bukti ilmiah dan data yang akurat,” tutur Ariyo.
Dalam diskusi yang sama, Peneliti YPKP (Yayasan Pemerhati Kesehatan Publik), Dr. drg. Amaliya, M.Sc juga memberikan contoh, dengan memaparkan hasil penelitian YPKP tentang produk tembakau alternatif baru-baru ini, yang menunjukkan bahwa pengguna Vape memiliki resiko kesehatan dua kali lebih rendah dibandingkan perokok konvensional. Penelitian ini tentunya masih terus berlangsung.
Data yang dilansir dari Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC), juga menjelaskan bahwa, kontribusi dari cukai tahun ini mencapai sekitar Rp 800 Milyar, dan diperkirakan akan meningkat di tahun depan. Hal ini karena mayoritas industri Vape sudah patuh aturan, dan berkontribusi besar dengan tarif cukai Vape yang saat ini mencapai 57 persen.
Menurut Bea Cukai, potensi penerimaan cukai dari Vape dapat mencapai Rp541,3 Milyar. Industri Vape telah memperkerjakan hingga 50 ribu orang di sektor ini dan hingga November 2019, telah tedapat 209 pabrik di berbagai wilayah Indonesia.
Senada dengan peningkatan tersebut, I Gede Agus Maha, mewakili Asosiasi Vape Bali (AVB), menekankan bahwa secara ekonomi, keberadaan industri Vape dalam skala mikro telah banyak membantu para pengusaha UKM khususnya di Bali.
“Baik dalam meningkatkan taraf ekonomi maupun menciptakan lapangan pekerjaan baru, tentunya ini adalah hal positif yang hadir bersamaan dengan tumbuhnya Vape di Indonesia,” kata I Gede Agus Maha.
Comments