Vapemagz – Asosiasi Personal Vaporizer Indonesia atau APVI mendesak pemerintah untuk memisahkan penggolongan rokok elektrik dan rokok konvensional. Usulan ini diharapkan menjadi pertimbangan pemerintah dalam merevisi aturan tata niaga rokok di dalam negeri.
Sekretaris Jenderal APVI Garindra Kartasasmita berharap, pengaturan penjualan rokok elektrik di dalam negeri mengadopsi pengaturan di negara lain yang sudah terlebih dahulu memisahkan pengaturan penjualan antara rokok konvensional dan rokok elektrik.
Pasalnya, pemisahan tersebut harus memerhatikan unsur, metode kerja, tingkat risiko dan dampak lingkungan antara rokok elektrik dan konvensional.
“Produk ini merupakan produk harm reduction, jadi seperti electric car. Produk ini perlu regulasi yang berbeda, yang lebih sesuai dengan tingkat risikonya,” kata Garindra kepada dalam keterangan tertulis, Rabu (27/7/2022).
Masalahnya, Pemerintah pun berencana mengatur penjualan rokok elektrik di dalam negeri. Hal tersebut merupakan bagian dari poin yang diajukan dalam revisi Peraturan Pemerintah (PP) No. 109-2012 tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan.
Garindra memproyeksikan penerimaan cukai dari rokok elektrik sepanjang 2022 akan mencapai Rp 1 triliun. Angka tersebut naik 58,73% dari capaian 2021 senilai Rp 630 miliar.

Kegiatan transaksi antara penjual dan pembeli di retail vape (sumber foto : Istimewa)
Pertumbuhan tersebut disebabkan oleh peningkatan konsumsi seluruh jenis rokok elektrik pada semester I-2022. Peningkatan konsumsi disebabkan oleh meningkatnya perhatian masyarakat terhadap kesehatan dan memiliki produk tembakau dengan risiko yang lebih kecil.
“Ini terjadi di hampir seluruh dunia. Kita tidak dapat menutup mata dengan apa yang sedang terjadi di dunia,” sebut Garindra.
Dalam kesempatan yang berbeda, Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Kesehatan dan Pembangunan Kependudukan Kemenko PMK, Agus Suprapto akan mengatur penjualan rokok elektrik di dalam negeri. Tujuannya tentu Untuk mengurangi jumlah perokok di Indonesia.
Menurutnya, pelaku industri rokok elektrik menjadikan alasan rokok elektrik sebagai terapi berhenti merokok menjadi kedok penjualan.
“Di negara lain penjualan rokok elektrik sudah dilarang, masa di dalam negeri masih jualan. Oleh karena itu, penjualannya akan diatur,” kata Agus.
Sebelumnya, revisi PP No. 109/2012 telah dilakukan pada 2018 hingga akhirnya menemukan titik buntu pada 2021. Agenda revisi PP No. 109/2021 bahkan sempat masuk dalam Program Legislasi Nasional Prioritas atau Prolegnas pada 2020.
Uji publik atas usaha pemerintah untuk merevisi PP No. 109-2012 diadakan kedua kalinya hari ini di Kantor Kemenko PMK. Uji publik tersebut menghadirkan kelompok masyarakat, Kementerian Kesehatan, pabrik rokok, petani tembakau, dan petani cengkeh.
Comments