APVI Sesalkan KTR yang Samakan Vape dengan Rokok Konvensional

By Vapemagz | News | Sabtu, 13 April 2019

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Surabaya telah mengesahkan Perda KTR Kota Surabaya pada 4 April 2019. Pelaksanaan Perda tersebut kini masih menunggu terbitnya peraturan wali kota Surabaya. Salah satu kebijakan pemerintah Kota Surabaya tersebut adalah memasukkan rokok elektrik dalam Peraturan Daerah Kawasan Tanpa Rokok (Perda KTR).

Asosiasi Personal Vaporizer Indonesia (APVI) menyayangkan kebijakan tersebut. APVI menilai, kebijakan itu tidak tepat karena pemerintah menyamakan produk tembakau alternatif tersebut dengan rokok konvensional. Padahal menurut aspek kesehatan, produk rokok elektrik tidaklah sama dengan rokok konvensional.

Berdasarkan berbagai hasil riset dan bukti ilmiah, rokok elektrik memiliki aspek risiko kesehatan yang lebih rendah daripada rokok konvensional. Untuk itu, sejatinya peraturan bagi rokok elektrik seharusnya dibedakan dan tidak seketat rokok konvensional.

“APVI menyayangkan Peraturan Daerah Kawasan Tanpa Rokok di Kota Surabaya yang memasukkan rokok elektrik, vape, dan sisha ke dalam produk rokok, sebagaimana tercantum dalam Pasal 1 angka 5,” kata Ketua APVI Aryo Andrianto, mengutip rilis yang didapat VapeMagz Indonesia.

Menurut Aryo, Indonesia mengenal asas lex superior derogat legi inferior, yaitu hukum yang tinggi mengesampingkan hukum yang rendah. Sesuai Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 109/2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan, yang menjadi rujukan dalam Perda KTR di Surabaya, tidak mengatur soal produk rokok elektrik, vape, dan sisha.

Reiner Rachmat/VapeMagz Indonesia
Ketua APVI, Aryo Andrianto (kanan) saat peluncuran Gerakan Bebas TAR dan Asap Rokok (GEBRAK!).

Kedudukan PP 109/2012 lebih tinggi daripada Perda KTR di Surabaya. Artinya Perda KTR di Kota Surabaya tidak boleh lebih ketat dan bertentangan dengan aturan di atasnya, sehingga berpotensi menimbulkan kebingungan di lapangan.

“Sebaiknya jajaran Pemerintah Kota Surabaya melibatkan seluruh pemangku kepentingan ketika membuat kebijakan soal rokok elektrik. Pemangku kepentingan ini termasuk pelaku usaha rokok elektrik, pengguna rokok elektrik,” ujar Aryo.

APVI menyakini setiap konsumen memiliki hak memperoleh informasi yang benar serta memilih berbagai produk yang mereka konsumsi, termasuk rokok elektrik. Keberadaan Perda KTR yang menyamakan produk tembakau alternatif dengan rokok konvensional berpotensi memunculkan kesalahanan persepsi di masyarakat dan mempersempit ruang gerak para pelaku usaha.

Selama ini, sebagian besar masyarakat mengetahui jika nikotin adalah zat paling berbahaya dari konsumsi rokok. Padahal, nikotin juga didapatkan pada berbagai barang lain seperti terong, kentang, dan lainnya. Senyawa yang paling berbahaya dari rokok sebenarnya adalah tar, zat karsinogenik yang dihasilkan dari asap pembakaran rokok.

“Adapun rokok elektrik tidak dibakar, sehingga tak menghasilkan asap dan tar, namun mengandung nikotin dan uap aerosol. Jadi antara vape dengan rokok konvensional itu jauh berbeda,” kata Aryo.

(Via APVI)

Comments

Comments are closed.