Asosiasi Personal Vaporizer Indonesia (APVI), menyarankan agar para produsen rokok elektrik mengikuti alur penjualan dan produksi yang sudah direkomendasikan. Hal ini demi mencegah penggunaan produk oleh pengguna di bawah umur (underage user).
Pernyataan ini dilontarkan usai rencana PT Jagad Utama Lestari (PT JUL) untuk memasarkan produk perangkat rokok elektrik JUUL Labs di luar toko spesialisasi, salah satunya melalui mini market. Di beberapa negara seperti Inggris misalnya, produk rokok elektrik memang dijual di jaringan supermarket, seperti Sainsbury.
Di negara asalnya, Amerika Serikat, JUUL memang mendapat tekanan lantaran produknya banyak digunakan oleh pelajar dan remaja. Produk JUUL memang mudah ditemukan di AS, bahkan termasuk di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU). Sekitar 75 persen pengguna rokok elektri di Negeri Paman Sama merupakan JUUL-ers atau pengguna JUUL.
APVI menyatakan akan berdiskusi dengan PT JUL, sebagai distributor resmi yang menjual produk-produk JUUL Labs. APVI berharap JUUL bisa bekerja sama dengan produsen lokal dan membantu mengedukasi masyarakat mengenai produk alternatif yang lebih aman.

Gabby Jones/Bloomberg
Sekitar 75 persen pengguna rokok elektrik di Amerika Serikat ialah pengguna dari JUUL.
“Penjualan rokok elektrik di mini market memang belum diatur oleh pemerintah. Namun, asosiasi sudah menjaga agar para produsen maupun distributor tidak menjual di mini market sehingga tidak disalahgunakan untuk pengguna di bawah umur,” ujar Ketua Bidang Organisasi APVI, Garindra Kartasasmita
“Kami akan segera menjalin komunikasi kembali dengan Kementerian Perdagangan dan Kementerian Perindustrian agar dapat membuat kembali sebuah regulasi yang mengatur alur penjualan produk vape itu sendiri,” tambahnya.
Sebelumnya, Country General Manager JUUL Labs Indonesia Kent Sarosa mengatakan ekspansi penjualan di luar toko spesialisasi bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup 67 juta perokok dewasa lokal. Meski demikian, JUUL berkomitmen untuk mencegah penggunaan di bawah umur.
“Kami memiliki kode pemasaran dan iklan yang ketat. Kami tidak menggunakan media sosial untuk pemasaran, kecuali Twitter yang hanya digunakan untuk komunikasi non-promosi seperti studi ilmiah dan rekrutmen,” katanya.
(Via Bisnis.com)
Comments