APVI Peringatkan Vapers yang Ingin Wisata ke Thailand

By Vapemagz | News | Minggu, 17 Maret 2019

Asosiasi Personal Vaporizer Indonesia (APVI) mengingatkan agar para pengguna personal vaporizer atau vapers asal Indonesia yang ingin berwisata ke Thailand, agar berhati-hati menggunakan produk tembakau alternatif. Pasalnya, Thailand saat ini dikenal sebagai salah satu negara yang paling intoleran dengan penggunaan perangkat rokok elektrik.

Kasus terbaru terjadi pada akhir Januari lalu, kala wisatawan asal Perancis, Cecilia Cornu, ditahan kepolisian setempat akibat kedapatan membawa rokok elektrik. Lebih memalukan lagi, pihak kepolisian setempat diduga meminta suap sebesar THB 40.000 (sekitar Rp17,7 juta) kepada tunangan Cecilia dan adiknya, demi membebaskan Cecilia. Turis ini diizinkan kembali ke negaranya bulan lalu, lalu berbagi pengalaman tidak menyenangkannya itu dengan media.

Aryo Andrianto, Ketua Umum APVI, menegaskan penahanan wisatawan tersebut menjadi preseden yang buruk bagi sektor pariwisata di Negeri Gajah Putih itu. Wisatawan khususnya para vapers akan berpikir ulang jika berniat berlibur ke negara tegas dalam pelarangan penggunaan vape.

“Ini bisa jadi pelajaran juga bagi Indonesia. Kalau vape sampai dilarang sama seperti di Thailand, dampak pariwisatanya pasti terasa,” kata Aryo dalam siaran persnya, Jumat (15/3). Sebagai contoh pariwisata Bali. Saat ini, banyak vapers mancanegara yang berwisata ke Bali, khususnya yang berasal dari Australia.

Oleh karena itu, apabila Indonesia menerapkan larangan rokok elektrik seperti Thailand, kunjungan wisatawan asing ke Bali juga bisa berdampak. Jika tidak dikelola dengan baik, larangan tersebut berpotensi merugikan sektor pariwisata yang selama ini menjadi salah satu andalan pendapatan negara. APVI menilai peraturan produk tembakau alternatif seyogyanya tidak diarahkan kepada pelarangan mutlak.

informasikawasan.com
Ketua Asosiasi Personal Vaporizer Indonesia (APVI), Aryo Andrianto.

Meski demikian, menurut Aryo Indonesia selangkah lebih maju dari negeri tetangga tersebut. Pasalnya, keberadaan produk tembakau alternatif di Indonesia sudah diakui melalui pengenaan cukai kepada likuid vapor. Adanya aturan cukai bagi rokok elektrik juga terbukti memberikan pemasukan sektor perpajakan negara. Menurut Aryo, sejak November 2018 hingga akhir Januari 2019, cukai dari likuid vape yang termasuk kategori hasil pengolahan tembakau lainnya (HPTL) ini telah menyumbang sekitar Rp 200 miliar untuk kas negara.

“Produk tembakau alternatif juga diapresiasi oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani sebagai industri baru yang mereka dukung dan mau memperhatikan industri ini. Produk tembakau alternatif yang memiliki risiko lebih rendah seharusnya diatur secara baik dan perlu disosialisasikan kepada masyarakat,” ujar Aryo.

Meski beberapa riset internasional menyebutkan bahwa produk tembakau alternatif memiliki risiko lebih rendah ketimbang rokok konvensional, Aryo mengimbau para anggota APVI untuk hanya menjual produk kepada konsumen berusia 18 tahun ke atas. Hal ini demi menghilangkan epidemi penggunaan produk tembakau oleh anak di bawah umur.

(Via Kontan)

Comments

Comments are closed.