APVI Minta Pemerintah Siapkan Regulasi Khusus untuk Vape

By Vapemagz | News | Sabtu, 13 April 2019

Asosiasi Personal Vaporizer Indonesia (APVI) meminta pemerintah segera menyiapkan regulasi khusus bagi produk tembakau alternatif yang terpisah dari aturan rokok. Pasalnya, peraturan bagi produk tembakau alternatif yang ada sekarang ini dinilai belum mencakup semua aspek dan sebagian masih disamakan dengan rokok.

“Regulasi yang ada sekarang ini baru berfokus pada sisi penerimaan cukai. Padahal, produk tembakau alternatif juga memerlukan kepastian hukum dalam hal pemasaran, peringatan kesehatan, dan informasi produk bagi konsumen untuk kelangsungan industrinya. Oleh karena itu, perlu dibuatkan regulasi lanjutan untuk mencakup semua aspek,” ujar Ketua APVI, Aryo Andrianto seperti dikutip dari rilis yang didapat VapeMagz Indonesia.

“Kami berharap pemerintah melibatkan instansi-instansi terkait dalam pembahasannya. Kami juga ingin regulasi ini nantinya terpisah dari semua aturan rokok yang ada, karena Kemenkeu sendiri sudah membedakan kategori cukai produk HPTL dengan rokok,” tambah Aryo.

Saat ini, legalitas vape diatur dalam bentuk pengenaan cukai seperti yang diatur dalam PMK 146/2017, dimana likuid vapor termasuk dalam Hasil Pengolahan Tembakau Lainnya (HPTL), seperti ekstrak dan esens tembakau, tembakau molasses, tembakau hirup, dan tembakau kunyah. Adapun tarif cukai untuk HPTL dikenakan sebesar 57 persen. Kebijakan ini pun sudah diperkenalkan sejak Juli 2018 lalu.

informasikawasan.com
Ketua Asosiasi Personal Vaporizer Indonesia (APVI), Aryo Andrianto.

Terkait besaran tarif yang ditetapkan, Aryo menilai tarif ini terlampau tinggi, dan dikhawatirkan bisa mengancam kelangsungan industri produk tembakau alternatif. Untuk diketahui, saat ini tarif rata-rata rokok kretek mesin saja sudah mencapai 54 persen. Seyogyanya cukai lebih tinggi dikenakan untuk produk yang lebih merusak, sementara vape diklaim lebih aman ketimbang rokok konvensional seperti kretek.

“Kami berterima kasih atas upaya dan kerja keras pemerintah yang telah mengatur keberadaan produk tembakau alternatif di Indonesia. Tarif cukai HPTL diharapkan bisa lebih rendah demi menjaga kelangsungan industri baru ini yang 90 persen pelaku usahanya berasal dari usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM),” ujar Aryo.

Selain itu, APVI menilai pemerintah sebaiknya perlu mengubah sistem tarif cukai HPTL menjadi sistem nominal. Menurut Aryo, sistem tarif cukai persentase yang diterapkan saat ini akan menyulitkan pemerintah dalam pengawasan dan penghitungan cukai produk HPTL.

Hal ini bisa memberi ruang untuk produk HPTL ilegal untuk berkembang. Selain itu, sistem nominal dianggap bisa memberikan kemudahan dari sisi administrasi, baik untuk pemerintah maupun pelaku usaha.

“Melalui sistem cukai nominal, produk HPTL ilegal atau yang tidak membayar cukai juga bisa ditekan. Meski demikian, sebaiknya perubahan sistem cukai justru diikuti dengan penurunan beban cukai agar industri UMKM yang baru ini mendapat kesempatan untuk bertumbuh,” ungkap Aryo.

(Via APVI)

Comments

Comments are closed.