APVI Minta Pemerintah Ajak Stakeholder Berdiskusi terkait PMK Baru Vape

By Vapemagz | News | Senin, 17 Desember 2018

Pemerintah mengeluarkan peraturan menteri keuangan (PMK) terkait cukai hasil tembakau dan turunannya. Salah satunya mengatur terkait hasil pengolahan tembakau lainnya (HPTL), yang turut melibatkan industri rokok elektronik (vape).

Terkait hal tersebut, Asosiasi Personal Vaporizer Indonesia (APVI) meminta pemerintah mengajak pemangku kepentingan atau stakeholder agar peraturan tersebut bisa menampung aspirasi dari perusahaan lokal.

“Sebenarnya saya sedikit kecewa karena PMK yang baru ini adalah revisi dari sebelumnya. Dalam aturan yang baru ini kami sebagai asosiasi merasa tidak diajak diskusi untuk perumusanya,” ungkap Aryo Andrianto.

Aryo menyebut kedepannya akan ada pemain besar di industri vape yakni JUUL yang akan masuk ke Tanah Air. Dirinya berharap pemerintah tetap melindungi pemain lokal agar tidak kalah bersaing. “Kita akan berdiskusi untuk aturan tambahan yang nantinya akan jadi turunan PMK 156 nya,” jelasnya.

Dalam peraturan baru yang berlaku per 1 Januari 2019, pemerintah merinci harga jual eceran (HJE) minimum. Adapun tarif cukai yang berlaku tetap yakni sebesar 57%.

Aryo Andrianto/Instagram
Aryo Andrianto dari Asosiasi Personal Vaporizer Indonesia (APVI).

Produk kategori ekstrak dan esens tembakau yang biasa digunakan untuk bahan rokok elektrik dan vape terbagi dikategorikan empat jenis, batang dengan HJE minimum Rp1.350 per batang, cartridge Rp30.000 per cartridge, kapsul Rp1.350 per kapsul, dan untuk produk cair Rp666 per milimeter.

Pada kesempatan lainnya, Raynando Siagian selaku Penasehat APVI mengatakan saat ini produsen atau pemain industri lokal memang baru bergerak di likuid. Kandungan bahan impor biasanya berasal dari Amerika Serikat dan Inggris.

Sementara itu, untuk cartridge, batang maupun kapsul saat ini belum diproduksi secara lokal. “Saya lihat dari aturan baru ini ada aturan baru untuk cartridge, batang maupun kapsul. Sepengetahuan saya, hingga saat ini belum ada produk lokal yang bisa membuat itu,” jelas Raynando.

Menurt APVI, selama ini mereka telah berjuang mengajukan legalisasi vape dan memakan waktu tiga tahun hingga akhirnya pihak dirjen bea cukai menerima dan mau mengakui. Pengakuan itu tertuang dengan dikenakannya cukai sebesar 57 persen untuk likuid vapor.

“Saya kurang paham untuk mode cartridge, batang dan kapsul, mengapa bisa cepat dapat keputusan dari negara yang mengatur mereka. Padahal dari industri lokalnya hingga saat ini belum ada yang membuat,” ungkapnya.

(Via Kontan)

Comments

Comments are closed.