Anak-anak di Inggris Menghasilkan Jutaan Rupiah Setiap Minggunya dengan Menjual Vape Pen di Sekolah

By Vape Magz | News | Rabu, 13 Oktober 2021

Rokok elektrik, atau vape, pertama kali mulai populer di akhir tahun 2000-an, karena sebagian orang percaya bahwa vape adalah alternatif yang lebih sehat daripada rokok. Sejak saat itu, vaping telah menjadi fenomena global, terlebih pada sekolah-sekolah di Inggris Utara.

Data terbaru hasil penyelidikan oleh Biro Jurnalisme Investigasi menunjukkan, perbedaan antara Inggris Utara dan Selatan cukup serius seputar vaping di bawah umur. Data mengungkapkan bahwa lebih dari seperlima remaja berusia 15 tahun di Yorkshire dan Humber menggunakan vaping, yang membuat mereka tiga kali lebih mungkin melakukannya daripada kelompok usia yang setara di London. Jadi, ada apa di balik fenomena ini?

Saya berusia 17 tahun dan saya seorang siswa dari Bradford di Yorkshire. Saya pertama kali melihat fenomena vaping di sekolah saya sekitar empat tahun lalu. Baru-baru ini, vape pen menjadi hype di sekolah saya.

Para siswa menggunakan perangkat tersebut karena berbagai alasan berbeda. biasanya agar terlihat keren, tetapi juga karena ada yang mengatakan harganya lebih murah daripada rokok (anda dapat membelinya di eBay dengan harga £6).

Adalah ilegal bagi siapa pun yang berusia di bawah 18 tahun untuk membeli rokok elektrik atau e-liquid, jadi para remaja harus banyak akal ketika mereka ingin mendapatkannya. Cara paling populer adalah mendapatkannya dari vendor yang agak tidak resmi. Intinya, vape pen telah menjadi sumber uang dari pasar gelap di halaman sekolah Yorkshire.

Jualan di sekolah bukanlah hal baru, dari kartu Pokémon hingga telur alien halaman sekolah selalu menjadi pasar untuk transaksi yang didorong oleh tren di suatu masa. Dan kini, vape pen telah menjadi objek baru pada transaksi tersebut.

“Orang-orang akan mendatangi saya dan meminta untuk melihat vape saya atau meminta untuk mengisapnya,” kata salah satu murid yang saya ajak bicara.

Gambar remaja di Inggris yang sedang menggunakan vape pen. (Foto: THE TIMES/CHRIS MCANDREW)

Mo, seorang siswa di kelas 11 memberi tahu saya bahwa dia menghasilkan ratusan pound per minggu dari hasil menjual vape pen dan e-liquid. Yang paling banyak dia hasilkan dari menjual satu vape pen adalah £80 atau sekitar Rp 1.548.480 (1 pounds senilai Rp 19.356), dan dia secara teratur menjual e-liquid tiga kali lipat dari harga di toko-toko.

“Jika saya tidak menjualnya, siswa lain yang akan menjualnya,” kata Mo.

“Saya bukan satu-satunya penjual di sekolah saya, mungkin ada setidaknya enam orang lain yang menjual barang tersebut.” tambahnya.

Remaja lainnya yang merupakan seorang penjual, sebut saja Omar mengaku akan terasa aneh jika siswa-siswa di sekolahnya tak memiliki vape pen. Selain itu, ia pun tak menganggap bahwa perbuatannya itu merupakan suatu kesalahan.

“Sangat aneh jika seorang anak tidak memiliki vape pen. Kita semua memilikinya,” kata Omar.

“Biasa saja. Ketika saya di kelas sembilan, siswa yang lebih tua akan menjual vape dan rokok kepada saya. Saya ditipu saat itu, jadi itu normal.” tambahnya.

Bagi para remaja, undang-undang seputar vape terlihat ambigu. Adalah ilegal bagi siapa pun yang berusia di bawah 18 tahun untuk membeli rokok elektrik atau e-liquid, tetapi tidak ilegal bagi mereka untuk memiliki vape pen bebas nikotin.

Akibatnya, tidak ada siswa yang sungkan untuk diajak bicara dengan alasan takut mendapat masalah dengan guru mereka, karena, seperti yang dikatakan seorang siswa lainnya, “Menjual vape pen tidak sama dengan menjual rokok atau alcohol. Tidak ada stigma yang melekat padanya.” begitulah ucapan dari salah seorang siswa. Meski begitu, semua orang yang diajak bicara mengatakan bahwa mereka tidak memberi tahu orang tua mereka bahwa mereka menjual atau membeli vape pen.

Masih belum banyak penelitian skala besar tentang remaja dan vaping, tetapi laporan tahun 2019 dari Public Health England menunjukkan bahwa jumlah anak-anak di Inggris yang menggunakannya telah berlipat ganda dalam lima tahun. Dan kemungkinan akan terus meningkat karena semakin banyak yang menjuanya.

Tetapi, apakah remaja ini benar-benar melakukan vaping karena kecanduan nikotin masih samar atau abu-abu. Data dari survei pemuda International Tobacco Control Policy Evaluation Project (ITC) menemukan bahwa tiga motivasi teratas untuk vaping di antara kelompok usia 11-18 adalah hanya mencoba, untuk bersenang-senang, dan menyukai rasanya.

Sebuah survei serupa di Amerika Serikat yang dilakukan oleh Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit menemukan bahwa “rasa ingin tahu” adalah alasan terbesar, dan yang kedua adalah bahwa seorang teman atau anggota keluarga menggunakannya.

Tampaknya sebagian besar dari fenomena vaping di bawah umur bisa jadi hanya sebuah aspek sosial. Dorongan tak tertahankan untuk terlibat dalam sesuatu yang terlihat menyenangkan dan keren serta yang tampaknya dilakukan semua orang.

Seperti halnya Covid-19 yang telah mengganggu kehidupan dan jadwal sekolah bagi para siswa, hal tersebut juga mengganggu omzet bagi saku para penjualnya. Karena jarak sosial yang diberlakukan oleh sekolah tahun ini, para siswa yang diajak bicara mengatakan bahwa mereka “hampir tidak mungkin” menjual vape pen lagi. Fenomena terhadap vape pen di sekolah-sekolah Inggris Utara tampaknya mungkin akan mereda.

(Via vice.com)

Comments

Comments are closed.